Minggu, 19 Agustus 2012

Perpecahan Gereja di Kaliceret



PERPECAHAN GEREJA DI KALICERET


Seperti diuraikan sebelumnya bahwa daerah Jawa Tengah Bagian Selatan merupakan daerah PI dari Zending Gereformeed. Sedang daerah Jawa Tengah Bagian Utara (termasuk Kaliceret), kecuali sekitar Muria Kudus, menjadi wilayah kerja Salatiga Zending. Gereja-gereja hasil Zending Gereformeed kemudian dinamakan Gereja Kristen Jawa Tengah Selatan (GKJTS). Sedang gereja-gereja hasil PI Salatiga Zending menamakan diri Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU). Seiring dengan pendewasaan gereja di lingkungan Zending Gereformeed maka tanggal 17 Februari 1931 GKJTS mengadakan sidang sinodenya yang pertama di Kebumen yang dipakai sebagai tanggal kelahiran GKJ yang sekarang ini. Sedang pada tanggal 17 Maret 1937, jemaat-jemaat Salatiga Zending yang dalam sebutan sehari-hari lebih dikenal dengan nama "Parepatan Agung" mengadakan sidang "Sinode" pertamanya di Purwodadi. Pada Sidang gereja di Salatiga tanggal 20 April 1949 ditetapkan menjadi "Gereja Kristen Jawa Tengah Utara" (GKJTU)-(Berdasarkan sumber: Sejarah GKJTU).

  Sebagai akibat kekalahan Jerman oleh Belanda pada tahun 1940, demikian juga terdepaknya Belanda pada masa Jepang, maka GKJTS maupun GKJTU seperti menjadi anak yatim yang kehilangan kontak dengan induknya baik dengan GKN maupun dengan gereja NM di Jerman. Untuk itu setelah masa-masa tersebut khususnya setelah tahun 1948 sudah timbul pemikiran untuk menyatukan kedua sinode tersebut.

Mengutip sejarah singkat GKJTU, dorongan Sinode kesatuan dari GKJTU dilatar belakangi oleh beberapa faktor.

Pertama, pendewasaan jemaat secara umum setelah tahun 1937 secara obyektif belum sepenuhnya mendewasakan jemaat dalam tanggungjawah mengenai banyak hal.

Kedua, pada saat Perang Dunia II PA ditinggalkan oleh tenaga dari Jerman dan tidak lagi menerima bantuan keuangan. Sementara di dalam negeri ada begitu banyak kesulitan akibat perang. Akibatnya, warga dan pelayan Jemaat hidup dalam keadaan tidak menentu . Situasi demikian membuat Pasmuwan Salatiga Zending semakin menderita dan mengalami kemunduran banyak bidang. Dalam situasi yang serba sulit itu, Pasamuwan Salatiga Zending menyambut upaya pendekatan dengan Gereja Jawa di Selatan menyusun sinode kesatuan tahun 1949.

 

Gagasan itu terwujud dengan terbentuknya Sinode Kesatuan dalam sidangnya di Salatiga pada tanggal 5-6 Juli 1949 di mana pada bulan November kemudian mengadakan sidangnya yang pertama di Purwokerto. Kedua Sinode itu melebur menjadi satu dengan nama Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah. Karena anggotanya sampai di Jawa Barat bahkan Sumatra, akhirnya nama itu diubah menjadi Sinode Gereja Kristen Jawa. Penyatuan itu dimaksud supaya dapat bekerja sama dengan GKN karena Jerman sebagai pusat Salatiga Zending sudah tidak mampu lagi meneruskan pelayanan di Jawa Tengah.

Didorong oleh adanya latar belakang sejarahnya sendiri dan juga ditambah oleh adanya pergolakan politik, maka Sinode kesatuan tidak dapat dipertahankan lagi. Tahun 1953 beberapa tokoh Kristen yang merasa tidak dapat bertahan di sinode kesatuan, Sinode GKJ, memisahkan diri dan kemudian menghimpun lagi Parepatan SInode GKJTU bernama Parepatan Agung. Dengan demikian secara resmi Sinode GKJ tidak pernah dibubarkan. Pemisahan kembali “GKJTU” dari Sinode Kesatuan membawa dampak perpecahan/pemisahan di gereja-gereja hasil PI Salatiga Zending. Ada yang tetap memihak kepada sinode peleburan/kesatuan, ada yang kembali berhimpun dengan Parepatan Agung. Konflik ini membawa perpecahan juga di gereja-gereja lokal, menjadi GKJ dan GKJTU, salah satu contoh adalah gereja di Kaliceret, Nyemoh, dan Tempurung.

Pergolakan politik di tahun 1947-1948 juga menambah rumit perpecahan gereja di kemudian hari. Pada masa revolusi fisik banyak anggota GKJTU yang mengungsi ke wilayah Republik yang merupakan daerah GKJTS. Sementara itu tentara Belanda yang menguasai Jawa Tengah bagian Utara menyita gedung-gedung gereja dan tanah milik  gereja yang sebelumnya telah diambil alih oleh Jepang. Dalam melayani orang-orang Kristen di kota-kota di Jawa Tengah bagian Utara, pendeta-pendeta Belanda meminta bantuan GKJ dan gedung-gedung gereja yang disita diserahkan untuk pelayanan tersebut. Situasi inilah yang menambah ruwet perpecahan gereja termasuk di Kaliceret menyangkut harta peninggalan Salatiga Zending. Dalam gereja sendiri terdapat dua kekuatan, antara yang tetap memihak Sinode kesatuan GKJ dengan pihak yang menyetujui pembentukan kembali Parepatan Agung.

 Dilihat dari wilayah Zending, Kaliceret sediri merupakan wilayah kerja Salatiga Zending. Tetapi karena proses sejarah yang tejadi, Kaliceret kemudian ditinggalkan Jerman, kemudian diambil alih Belanda, lalu sempat terbengkalai pada masa Jepang dan pada masa Revolusi Pisik oleh Belanda lagi. Inilah yang mempersulit keputusan waktu itu karena Kaliceret pernah memiliki dua induk yang berbeda, yaitu Belanda (GKN) dan Jerman (NM). Disamping itu masih ada harta peninggalan berupa tanah, juga bangunan Gereja GKJTU, Loji (sekarang digunakan untuk SD Kristen Kaliceret), tanah dan bangunan bekas Rumah Sakit Kristen Kaliceret (sebagian digunakan untuk gereja GKJ Kaliceret). Khusus mengenai rumah sakit, pada jaman Perang Dunia ke 2 dikelola oleh Belanda, setelah Jepang diambil alih oleh pemerintah, kemudian oleh pemerintah diserahkan kembali kepada gereja dalam hal ini YAKKUM. PAda sejarah berikutnya YAKKUM bernaung di bawah sinode GKJ (LIhat Sejarah Berdirinya YAKKUM).

 Untuk melacak kapan terjadinya pemisahan/perpecahan gereja di Kaliceret menjadi GKJTU dan GKJ memang sangat sulit. Sebab dokumen-dokumen mengenai itu sangat sulit ditemukan. Yang ada hanyalah cerita tutur dari kesaksian hidup. Kita patut bersyukur bahwa GKJ Kaliceret memiliki kesaksian dari seorang tokoh sepuh pelaku dan saksi sejarah di Kaliceret. Salah satu kesaksian tersebut adalah dari Bp.Purwoto Setyo Prayitno. Beliau lahir pada 15 Mei 1936.  Beliau  menyatakan demikian:

Waktu itu saya baru pulang libur sekolah dari kost di SMA di Purwodadi. Sewaktu saya pulang pada hari Sabtu itu, tahu-tahu kebaktiannya sudah tidak di gereja GKJTU yang sekarang ini, Tetapi kebaktiannya di rumahnya Mbah Semangun (sekarang ini menjadi Gudang Jagung  Kaliceret). Padahal Minggu sebelumnya sewaktu saya berangkat ke Purwodadi untuk sekolah, gereja belum pecah. Dan kebaktiannya masih menjadi satu di GKJTU. Memang waktu itu sudah timbul kubu-kubunan. Antara kubu yang setuju tetap GKJ dengan yang kembali ke Parepatan Agung. Kubu yang setuju tetap GKJ dipimpin Mbah Semangun. Katanya waktu itu kubu mbah Semangun sudah dihalang-halangi untuk masuk ke gereja. Jadinya ya,,, kemudian seperti itu…..”


Bp.Purwoto Setyo Prayitno

Dari kesaksian Bapak Poerwoto Setyo Prayitno, berdasarkan kalender tahun 1953 dari Geogle, Bapak Poerwoto SP mengingat bahwa perpecahan gereja di Kaliceret terjadi pada hari Minggu, 6 September tahun 1953, yaitu Hari Pertama Minggu, di mana warga yang tetap setia pada sinode kesatuan GKJ mengadakan ibadah di rumah Mbah Semangun karena tidak mendapat tempat di GKJTU. 

KALENDER 1953

 

September 1953

Mo

Di

Msi

Dro

Fkr

Sa

So

36

 

1

2

3

4

5

6

37

7

8

9

10

11

12

13

38

14

15

16

17

18

19

20

39

21

22

23

24

25

26

27

40

28

29

30

 

 

 

 

 

 

 

 


Suasana perpecahan diliputi ketegangan-ketegangan di kedua belah pihak. Untuk sementara para pihak yang bertikai masih bisa beribadah menggunakan satu gedung secara bergantian. Karena jemaat yang tetap setia kepada sinode kesatuan GKJ tidak lagi diperbolehkan beribadah di GKJTU, maka mereka kemudian beribadah di rumah Mbah Semangun. Ibadah pertama di hari minggu tersebut terjadi pada tanggal 6 September 1953. Momen ibadah pertama kali  ini dipakai sebagai tanggal sejarah kelahiran GKJ Kaliceret. GKJ menggunakan rumah mbah Semangun sebagai tempat ibadah sampai tahun 1963. Setelah itu GKJ meminjam salah satu ruangan rumah sakit, yaitu zaal pria, sebagai tempat ibadah, mengingat rumah sakit Kaliceret sudah macet. Setelah melalui permohonan kepada pihak YAKKUM di Surakarta, GKJ memperoleh rekomendasi hak pakai sebagai tempat ibadah. Bahkan gereja dipercaya mengelola tanah bekas rumah sakit. Untuk itu tempat kebaktian pada tahun 1963 direhap untuk yang pertama kali. Rehap kedua dilakukan tahun 1970, rehab ke tiga tahun 2017. Renovasi total dilaksanakan pada tahun 2023. Renovasi diresmikan oleh Bupati Grobogan, Hj.Sri Sumarni, SH, MM pada hari Minggu, 10 September 2023.

 Berikut ini dokumentasi peresmian renovasi gedung gereja 




Catatan Kecil:

  1. Anggota majelis GKJ Kaiceret pada saat perpecahan gereja adalah :Guru Injil Yosafat, Bp.Isakar, Bp.Semangun, Bp.Yoram, Bp.Paulus, Selain Bapak Yosafat semua mejelis berjabatan penatua.

1 komentar: