PERPECAHAN GEREJA DI KALICERET
Seperti
diuraikan sebelumnya bahwa daerah Jawa Tengah Bagian Selatan merupakan daerah
PI dari Zending Gereformeed. Sedang daerah Jawa Tengah Bagian Utara (termasuk
Kaliceret), kecuali sekitar Muria Kudus, menjadi wilayah kerja Salatiga
Zending. Gereja-gereja hasil Zending Gereformeed kemudian dinamakan Gereja
Kristen Jawa Tengah Selatan (GKJTS). Sedang gereja-gereja hasil PI Salatiga
Zending menamakan diri Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU). Seiring dengan
pendewasaan gereja di lingkungan Zending Gereformeed maka tanggal 17 Februari
1931 GKJTS mengadakan sidang sinodenya yang pertama di Kebumen yang dipakai
sebagai tanggal kelahiran GKJ yang sekarang ini. Sedang pada tanggal 17 Maret 1937, jemaat-jemaat Salatiga Zending yang dalam
sebutan sehari-hari lebih dikenal dengan nama "Parepatan Agung"
mengadakan sidang "Sinode" pertamanya di Purwodadi. Pada Sidang
gereja di Salatiga tanggal 20 April 1949 ditetapkan menjadi "Gereja Kristen Jawa Tengah
Utara" (GKJTU)-(Berdasarkan sumber: Sejarah GKJTU).
Sebagai
akibat kekalahan Jerman oleh Belanda pada tahun 1940, demikian juga terdepaknya
Belanda pada masa Jepang, maka GKJTS maupun GKJTU seperti menjadi anak yatim
yang kehilangan kontak dengan induknya baik dengan GKN maupun dengan gereja NM
di Jerman. Untuk itu setelah masa-masa tersebut khususnya setelah tahun 1948
sudah timbul pemikiran untuk menyatukan kedua sinode tersebut.
Mengutip sejarah singkat
GKJTU, dorongan Sinode kesatuan dari GKJTU dilatar belakangi oleh beberapa faktor.
Pertama, pendewasaan
jemaat secara umum setelah tahun 1937 secara obyektif belum sepenuhnya
mendewasakan jemaat dalam tanggungjawah mengenai banyak hal.
Kedua, pada saat Perang
Dunia II PA ditinggalkan oleh tenaga dari Jerman dan tidak lagi menerima
bantuan keuangan. Sementara di dalam negeri ada begitu banyak kesulitan akibat
perang. Akibatnya, warga dan pelayan Jemaat hidup dalam keadaan tidak menentu .
Situasi demikian membuat Pasmuwan Salatiga Zending semakin menderita dan
mengalami kemunduran banyak bidang. Dalam situasi yang serba sulit itu,
Pasamuwan Salatiga Zending menyambut upaya pendekatan dengan Gereja Jawa di
Selatan menyusun sinode kesatuan tahun 1949.
Gagasan itu terwujud dengan terbentuknya Sinode Kesatuan
dalam sidangnya di Salatiga pada tanggal 5-6 Juli 1949 di mana pada bulan
November kemudian mengadakan sidangnya yang pertama di Purwokerto. Kedua Sinode
itu melebur menjadi satu dengan nama Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah. Karena
anggotanya sampai di Jawa Barat bahkan Sumatra, akhirnya nama itu diubah
menjadi Sinode Gereja Kristen Jawa. Penyatuan itu dimaksud supaya dapat bekerja
sama dengan GKN karena Jerman sebagai pusat Salatiga Zending sudah tidak mampu
lagi meneruskan pelayanan di Jawa Tengah.
Didorong
oleh adanya latar belakang sejarahnya sendiri dan juga ditambah oleh adanya pergolakan
politik, maka Sinode kesatuan tidak dapat dipertahankan lagi. Tahun 1953
beberapa tokoh Kristen yang merasa tidak dapat bertahan di sinode kesatuan, Sinode
GKJ, memisahkan diri dan kemudian menghimpun lagi Parepatan SInode GKJTU
bernama Parepatan Agung. Dengan demikian secara resmi Sinode GKJ tidak pernah
dibubarkan. Pemisahan kembali “GKJTU” dari Sinode Kesatuan membawa dampak
perpecahan/pemisahan di gereja-gereja hasil PI Salatiga Zending. Ada yang tetap
memihak kepada sinode peleburan/kesatuan, ada yang kembali berhimpun dengan
Parepatan Agung. Konflik ini membawa perpecahan juga di gereja-gereja lokal,
menjadi GKJ dan GKJTU, salah satu contoh adalah gereja di Kaliceret, Nyemoh,
dan Tempurung.
Pergolakan
politik di tahun 1947-1948 juga menambah rumit perpecahan gereja di kemudian
hari. Pada masa revolusi fisik banyak anggota GKJTU yang mengungsi ke wilayah
Republik yang merupakan daerah GKJTS. Sementara itu tentara Belanda yang
menguasai Jawa Tengah bagian Utara menyita gedung-gedung gereja dan tanah
milik gereja yang sebelumnya telah diambil alih oleh Jepang. Dalam
melayani orang-orang Kristen di kota-kota di Jawa Tengah bagian Utara,
pendeta-pendeta Belanda meminta bantuan GKJ dan gedung-gedung gereja yang
disita diserahkan untuk pelayanan tersebut. Situasi inilah yang menambah ruwet
perpecahan gereja termasuk di Kaliceret menyangkut harta peninggalan Salatiga
Zending. Dalam gereja sendiri terdapat dua kekuatan, antara yang tetap memihak
Sinode kesatuan GKJ dengan pihak yang menyetujui pembentukan kembali Parepatan
Agung.
Dilihat
dari wilayah Zending, Kaliceret sediri merupakan wilayah kerja Salatiga
Zending. Tetapi karena proses sejarah yang tejadi, Kaliceret kemudian
ditinggalkan Jerman, kemudian diambil alih Belanda, lalu sempat terbengkalai
pada masa Jepang dan pada masa Revolusi Pisik oleh Belanda lagi. Inilah yang
mempersulit keputusan waktu itu karena Kaliceret pernah memiliki dua induk yang
berbeda, yaitu Belanda (GKN) dan Jerman (NM). Disamping itu masih ada harta
peninggalan berupa tanah, juga bangunan Gereja GKJTU, Loji (sekarang digunakan
untuk SD Kristen Kaliceret), tanah dan bangunan bekas Rumah Sakit Kristen
Kaliceret (sebagian digunakan untuk gereja GKJ Kaliceret). Khusus mengenai
rumah sakit, pada jaman Perang Dunia ke 2 dikelola oleh Belanda, setelah Jepang
diambil alih oleh pemerintah, kemudian oleh pemerintah diserahkan kembali
kepada gereja dalam hal ini YAKKUM. PAda sejarah berikutnya YAKKUM bernaung di
bawah sinode GKJ (LIhat Sejarah Berdirinya YAKKUM).
Untuk
melacak kapan terjadinya pemisahan/perpecahan gereja di Kaliceret menjadi GKJTU
dan GKJ memang sangat sulit. Sebab dokumen-dokumen mengenai itu sangat sulit
ditemukan. Yang ada hanyalah cerita tutur dari kesaksian hidup. Kita patut bersyukur
bahwa GKJ Kaliceret memiliki kesaksian dari seorang tokoh sepuh pelaku dan
saksi sejarah di Kaliceret. Salah satu kesaksian tersebut adalah dari Bp.Purwoto
Setyo Prayitno. Beliau lahir pada 15 Mei 1936. Beliau menyatakan demikian:
“Waktu itu saya baru
pulang libur sekolah dari kost di SMA di Purwodadi. Sewaktu saya pulang pada
hari Sabtu itu, tahu-tahu kebaktiannya sudah tidak di gereja GKJTU yang
sekarang ini, Tetapi kebaktiannya di rumahnya Mbah Semangun (sekarang ini
menjadi Gudang Jagung Kaliceret). Padahal Minggu sebelumnya sewaktu
saya berangkat ke Purwodadi untuk sekolah, gereja belum pecah. Dan kebaktiannya
masih menjadi satu di GKJTU. Memang waktu itu sudah timbul kubu-kubunan. Antara
kubu yang setuju tetap GKJ dengan yang kembali ke Parepatan Agung. Kubu yang
setuju tetap GKJ dipimpin Mbah Semangun. Katanya waktu itu kubu mbah Semangun
sudah dihalang-halangi untuk masuk ke gereja. Jadinya ya,,, kemudian seperti
itu…..”
Dari kesaksian Bapak Poerwoto Setyo Prayitno, berdasarkan kalender tahun 1953 dari Geogle, Bapak Poerwoto SP mengingat bahwa perpecahan gereja di Kaliceret terjadi pada hari Minggu, 6 September tahun 1953, yaitu Hari Pertama Minggu, di mana warga yang tetap setia pada sinode kesatuan GKJ mengadakan ibadah di rumah Mbah Semangun karena tidak mendapat tempat di GKJTU.
KALENDER 1953
|
|
Suasana perpecahan diliputi ketegangan-ketegangan
di kedua belah pihak. Untuk sementara para pihak yang bertikai masih bisa beribadah
menggunakan satu gedung secara bergantian. Karena jemaat yang tetap setia
kepada sinode kesatuan GKJ tidak lagi diperbolehkan beribadah di GKJTU, maka
mereka kemudian beribadah di rumah Mbah Semangun. Ibadah pertama di hari minggu
tersebut terjadi pada tanggal 6 September 1953. Momen ibadah pertama kali ini dipakai sebagai tanggal sejarah kelahiran
GKJ Kaliceret. GKJ menggunakan rumah mbah Semangun sebagai tempat ibadah sampai
tahun 1963. Setelah itu GKJ meminjam salah satu ruangan rumah sakit, yaitu zaal
pria, sebagai tempat ibadah, mengingat rumah sakit Kaliceret sudah macet.
Setelah melalui permohonan kepada pihak YAKKUM di Surakarta, GKJ memperoleh
rekomendasi hak pakai sebagai tempat ibadah. Bahkan gereja dipercaya mengelola
tanah bekas rumah sakit. Untuk itu tempat kebaktian pada tahun 1963 direhap untuk
yang pertama kali. Rehap kedua dilakukan tahun 1970, rehab ke tiga tahun 2017.
Renovasi total dilaksanakan pada tahun 2023. Renovasi diresmikan oleh Bupati
Grobogan, Hj.Sri Sumarni, SH, MM pada hari Minggu, 10 September 2023.
Catatan Kecil:
- Anggota majelis GKJ Kaiceret pada saat
perpecahan gereja adalah :Guru Injil Yosafat, Bp.Isakar, Bp.Semangun,
Bp.Yoram, Bp.Paulus, Selain Bapak Yosafat semua mejelis berjabatan
penatua.
Mbah semangun adalah mbah buyut saya.
BalasHapus