BUJONO PIRUKUN/KEPUNGAN
Secara etimologis bujono berarti perjamuan. Pirukun berarti rukun atau damai. Kata lain Bujono Pirukun adalah Kepungan. Kepungan berasal dari kata kepung, yaitu mengepung sesajian nasi beserta lauk pauk secara bersama-sama. Kebersamaan terwujud dengan makan bersama-sama, memakai tangan pada tempat yang sama, serta berbagi bersama. Rukun juga berarti damai atau mau hidup berdampingan.
Hal ini terbukti dengan hidangan yang dibawa masing-masing jemaat, kemudian diracik dalam sebuah wadah menjadi lengkap berwarna-warni. Semua akan bisa menikmati hidangan yang dibawa semua warga jemaat. Bagi yang tidak kuat membawa lauk ikan atau ayam, akan bisa ikut menikmati bersama. Sedang bagi yang kuat membawa lauk yang lebih lengkap, harus merelakan diri dibagi bagi yang lain. Satu untuk semua, semua untuk satu.
Sedang secara teologis, bujono pirukun berarti perjamuan kasih, atau perjamuan makan bersama sebagai ekspresi hidup setara saling mengasihi. Hal ini dilakukan karena jemaat adalah orang-orang percaya yang telah ditebus oleh Yesus Kristus yang berkedudukan sama di hadapan Allah. Mereka semua sebagai keluarga Allah. Sehingga perjamuan kasih dimakna sebagai makan bersama yang menggambarakan perjamuan makan di surga. Oleh karena itu semua orang menghayatinya sebagai kesataraan untuk saling menerima dan sejajar tanpa disekat oleh perbedaan apapun.
Gambar Ibu2 sedang meracik makanan yang dibawa jemaat
Sedang secara teologis, bujono pirukun berarti perjamuan kasih, atau perjamuan makan bersama sebagai ekspresi hidup setara saling mengasihi. Hal ini dilakukan karena jemaat adalah orang-orang percaya yang telah ditebus oleh Yesus Kristus yang berkedudukan sama di hadapan Allah. Mereka semua sebagai keluarga Allah. Sehingga perjamuan kasih dimakna sebagai makan bersama yang menggambarakan perjamuan makan di surga. Oleh karena itu semua orang menghayatinya sebagai kesataraan untuk saling menerima dan sejajar tanpa disekat oleh perbedaan apapun.
"Kamu telurnya ya, aku peyeknya aja"
Dalam satu tahun Bujono Pirukun di GKJ Kaliceret dilaksanakan sebanyak 4 kali. Yaitu pada saat peringatan Paskah (Bulan Maret/April), Bulan Juli, Bulan Oktober/Pekan Keluarga, dan pada saat hari Natal, atau saat peristiwa khusus sesuai permintaan dan kondisi, misalnya ada tamu dari luar kota yang ingin merasakan Bujono Pirukun, saat Tukar Mimbar Klasis, atau Tukar Mimbar Sinode, dll.
Foto-foto Saat Team dari YAKKUM Purwodadi
menikmati Kepungan
Tim RS.Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi sedang menikmati Kepungan
Ayo, ramai-ramai ambil!
Perlengkapan Bujono Pirukun/Kepungan adalah sejumlah sajian
nasi dan lauk pauk serta sayur masyur kudapan yang diracik dalam satu wadah
besar untuk kemudian dikepung/dimakan bersama-sama. Makanan ini dibawa oleh
jemaat dari rumah masing-masing. Ada
yang membawa nasi dengan lauk tertentu. Ada
yang membawa nasi dengan sayuran tertentu, dll. Setiiap orang membawa bekalnya
sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Mereka membawa dan mempersiapkan dengan
suka cita sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan kepada mereka. Bahkan acara
seperti ini selalu dinanti-nanti kedatangannya. Tidak heran mereka yang
merantau keluar Kaliceret sangar merindukan nostalgia acara Bujono Pirukun,
terutama pada saat hari Natal, banyak warga jemaat yang pulang ke Kaliceret
tumpah ruah untuk mengikuti acara ini.
Rekan-rekan dari RS.Panti Rahayu Yakkum sedang menikmati
Bujono Pirukun, Minggu, 21 Juni 2015
Biasanya Bujono Pirukun dilaksanakan setelah ibadah
selesai. Warga jemaat kemudian pulang ke rumah masing-masing untuk kembali lagi
ke gereja sembari membawa bekal perlengkapan Bujono Pirukun. Perlengkapan ini
kemudian diracik lagi di wadah besar dan disajikan dari semua yang ada di bawa
oleh jemaat, Jadi mereka yang kemudian makan bersama akan menikmati semua yang
dibawa dan tidak bisa memilih-milih. Di sinilah letak rasa berkorban untuk
bersedia berbagi dengan apa yang mereka bawa. Yang tidak mampu menikmati bekal
dari yang mampu. Sebaliknua yang mampupun harus rela merasakan hidangan dari
yang tidak mampu.
Cara menyantap bujono pirukun cukup unik. Secara
otomatis warga jemaat berkumpul/mengepung hidangan sesuai wadah yang ada. Maka
akan timbul lingkaran-lingkaran yang mengepung sajian. Sehingga Buono Pirukun
sering disebut juga Kepungan. Meraka yang menyantap makanan juga tidak memakai
sendok atau garpu, tetapi “muluk” atau memakai tangan secara langsung sehingga
akan timbul kenikmatannya saat menyantap Bujono Pirukun secara bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar