Sabtu, 04 Agustus 2012

Jemaat Kaliceret Sekitar Perang Dunia I sampai Kedatangan Jepang


Menjelang pecahnya Perang Dunia I badan-badan PI di Jerman mengalami berbagai kesulitan, tidak terkecuali yang bekerja di Kaliceret. Pada waktu Jerman mengalami kekalahan pada PD I (1914-1918) secara otomatis tenaga-tenaga PI di Indonesia kehilangan kontak dengan induknya di Jerman. Banyak zendeling di dari Jerman yang pulang kembali ke Negara asalnya. Bahkan sejak tahun 1923 Jerman di landa Inflasi besar-besaran yang dikenal dengan peristiwa Malaise. Kesulitan-kesulitan ini mendorong Belanda (sebelum PD II masih sekutu Jerman) untuk mengambil alih wilayah PI. Untuk jemaat Kaliceret yang menjadi wilayah kerja Salatiga Zending, tidak diambil alih oleh jemaat Ermelo di Belanda, tetapi diambil alih oleh Gereformed Kerken in Nedherland atau GKN. Sebab waktu itu sudah berkembang pandangan yang baru mengenai Pekabaran Injil. PI merupakan tugas gereja dan bukan dipandang sebagai tugas lembaga pekabran Injil. Demikian keputusan ini dihasilkan dalam siding sinode di Midelberg tahun 1896. Maka berakhirlah periode PI oleh badan PI dan muncul periode PI oleh gereja pengutus yaitu GKN. Sejak saat itu induk gereja di Kaliceret tidak lagi di Jerman (NM) tetapi di di Belanda (GKN). Dengan demikian masa kerja Salatiga Zending di Kaliceret adalah dari tahun 1884 sampai 1917. Sebab sesudah itu Jerman dikuasai oleh Nazi Jerman di bawah Hitler (1933-1945) yang kemudian menyeret Jerman ke PD II (1939-1945).
Pada PD II Belanda tidak menjadi sekutu Jerman tetapi menjadi musuh Jerman. Dalam perang ini Jerman menderita kekalahan dan kehilangan seluruh daerah jajahannya. Maka ketika tahun 1940 ketika Belanda berhasil mengalahkan Jerman, Neukicherner Mission langsung dibekukan pemerntahan Hindia Belanda dan semua zendeling Jerman yang ada ditahan. Untuk banyak zendeling di Kaliceret yang pulang kembali ke negaranya. Sekitar tahun tersebut keadaan jemaat Kaliceret tidak begitu kacau demikian pula dengan keberadaan rumah sakit di kaliceret masih berjalan seperti biasa. Hanya ketika Jepang berhasil merebut kekuasaan dari Belanda, suasana yang dihadapi jemaat Kaliceret lebih sulit. Ketika Jepang dating, semua zendeling di tahan. Gereja serta rumah sakit dipakai untuk menahan interniran Belanda termasuk tenaga-tenaga medis yang ada (salah satunya adalah Mr.Theo G.Huygens yang pernah napak tilas ke Kaliceret pada bulan April tahun 1998). Maka tempat ibadah untuk sementara dipindah ke rumah Bp. Yosafat (Gudang Jagung sekarang). Sedang rumah Loji (rumah kapandhitan) digunakan sebagai markas Jepang. Untuk itu dibuatlah pagar keliling di sekitar tanah gendom (lihat peta). Pada jaman ini semua bentuk hubungan dengan Belanda dilarang, sehingga jemaat Kaliceret kehilangan kontak dengan GKN.
Pada masa Jepang secara umum merupakan masa sulit di seluruh wilayah Indonesia. Pada masa ini rakyat kekurangan sandang dan pangan. Kebanyakan rakyat hanya memakai pakaian dari karong goni. Itupun didera banyak kutu. Hasil bumi menjadi sulit, Sebab separo dari hasil pertaninan harus diserahkan kepada Jepang. Para petani juga dipaksa menanam jarak di ladangnya. Akibatnya krisi pangan sangat mengerikan. Penderitaan ini masih ditambah dengan mewabahnyapenyakit waktu itu seperti borok berair, busung lapar, dan wabah kutu. Bahkan pada masa jemaat Kaliceret mengalami kesulitan pangan seperti diwilayah manapun di Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Namun demikian jemaat Kaliceret dapat bertahan hidup dengan cara mencari ubi liar di hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar