Menjelang pecahnya Perang Dunia I badan-badan PI di
Jerman mengalami berbagai kesulitan, tidak terkecuali yang bekerja di
Kaliceret. Pada waktu Jerman mengalami kekalahan pada PD I (1914-1918) secara
otomatis tenaga-tenaga PI di Indonesia kehilangan kontak dengan induknya di
Jerman. Banyak zendeling di dari Jerman yang pulang kembali ke Negara asalnya.
Bahkan sejak tahun 1923 Jerman di landa Inflasi besar-besaran yang dikenal
dengan peristiwa Malaise. Kesulitan-kesulitan ini mendorong Belanda (sebelum PD
II masih sekutu Jerman) untuk mengambil alih wilayah PI. Untuk jemaat Kaliceret
yang menjadi wilayah kerja Salatiga Zending, tidak diambil alih oleh jemaat
Ermelo di Belanda, tetapi diambil alih oleh Gereformed Kerken in Nedherland
atau GKN. Sebab waktu itu sudah berkembang pandangan yang baru mengenai
Pekabaran Injil. PI merupakan tugas gereja dan bukan dipandang sebagai tugas
lembaga pekabran Injil. Demikian keputusan ini dihasilkan dalam siding sinode
di Midelberg tahun 1896. Maka berakhirlah periode PI oleh badan PI dan muncul
periode PI oleh gereja pengutus yaitu GKN. Sejak saat itu induk gereja di
Kaliceret tidak lagi di Jerman (NM) tetapi di di Belanda (GKN). Dengan demikian
masa kerja Salatiga Zending di Kaliceret adalah dari tahun 1884 sampai 1917.
Sebab sesudah itu Jerman dikuasai oleh Nazi Jerman di bawah Hitler (1933-1945)
yang kemudian menyeret Jerman ke PD II (1939-1945).
Pada PD II Belanda tidak menjadi sekutu Jerman tetapi
menjadi musuh Jerman. Dalam perang ini Jerman menderita kekalahan dan
kehilangan seluruh daerah jajahannya. Maka ketika tahun 1940 ketika Belanda
berhasil mengalahkan Jerman, Neukicherner Mission langsung dibekukan
pemerntahan Hindia Belanda dan semua zendeling Jerman yang ada ditahan. Untuk
banyak zendeling di Kaliceret yang pulang kembali ke negaranya. Sekitar tahun
tersebut keadaan jemaat Kaliceret tidak begitu kacau demikian pula dengan
keberadaan rumah sakit di kaliceret masih berjalan seperti biasa. Hanya ketika
Jepang berhasil merebut kekuasaan dari Belanda, suasana yang dihadapi jemaat
Kaliceret lebih sulit. Ketika Jepang dating, semua zendeling di tahan. Gereja
serta rumah sakit dipakai untuk menahan interniran Belanda termasuk
tenaga-tenaga medis yang ada (salah satunya adalah Mr.Theo G.Huygens yang
pernah napak tilas ke Kaliceret pada bulan April tahun 1998). Maka tempat
ibadah untuk sementara dipindah ke rumah Bp. Yosafat (Gudang Jagung sekarang).
Sedang rumah Loji (rumah kapandhitan) digunakan sebagai markas Jepang. Untuk
itu dibuatlah pagar keliling di sekitar tanah gendom (lihat peta). Pada jaman
ini semua bentuk hubungan dengan Belanda dilarang, sehingga jemaat Kaliceret
kehilangan kontak dengan GKN.
Pada masa Jepang secara umum merupakan masa sulit di
seluruh wilayah Indonesia.
Pada masa ini rakyat kekurangan sandang dan pangan. Kebanyakan rakyat hanya
memakai pakaian dari karong goni. Itupun didera banyak kutu. Hasil bumi menjadi
sulit, Sebab separo dari hasil pertaninan harus diserahkan kepada Jepang. Para petani juga dipaksa menanam jarak di ladangnya.
Akibatnya krisi pangan sangat mengerikan. Penderitaan ini masih ditambah dengan
mewabahnyapenyakit waktu itu seperti borok berair, busung lapar, dan wabah
kutu. Bahkan pada masa jemaat Kaliceret mengalami kesulitan pangan seperti
diwilayah manapun di Indonesia
pada masa penjajahan Jepang. Namun demikian jemaat Kaliceret dapat bertahan
hidup dengan cara mencari ubi liar di hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar