Minggu, 26 Agustus 2012

Bujono Pirukun/Kepungan



 BUJONO PIRUKUN/KEPUNGAN

      Secara etimologis bujono berarti perjamuan. Pirukun berarti rukun atau damai. Kata lain Bujono Pirukun adalah Kepungan. Kepungan berasal dari kata kepung, yaitu mengepung sesajian nasi beserta lauk pauk secara bersama-sama. Kebersamaan terwujud dengan makan bersama-sama, memakai tangan pada tempat yang sama, serta berbagi bersama. Rukun juga berarti damai atau mau hidup berdampingan. 


Inilah model menu sajian/hidangan setelah diracik, 
sebelum disantap bersama

     Hal ini terbukti dengan hidangan yang dibawa masing-masing jemaat, kemudian diracik dalam sebuah wadah menjadi lengkap berwarna-warni. Semua akan bisa menikmati hidangan yang dibawa semua warga jemaat. Bagi yang tidak kuat membawa lauk ikan atau ayam, akan bisa ikut menikmati bersama. Sedang bagi yang kuat membawa lauk yang lebih lengkap, harus merelakan diri dibagi bagi yang lain. Satu untuk semua, semua untuk satu.


Gambar Ibu2 sedang meracik makanan yang dibawa jemaat

Sedang secara teologis, bujono pirukun berarti perjamuan kasih, atau perjamuan makan bersama sebagai ekspresi hidup setara saling mengasihi. Hal ini dilakukan karena jemaat adalah orang-orang percaya yang telah ditebus oleh Yesus Kristus yang berkedudukan sama di hadapan Allah. Mereka semua sebagai keluarga Allah. Sehingga perjamuan kasih dimakna sebagai makan bersama yang menggambarakan perjamuan makan di surga. Oleh karena itu semua orang menghayatinya sebagai kesataraan untuk saling menerima dan sejajar tanpa disekat oleh perbedaan apapun.


                                       Jemaat setara satu rasa menikmati kepungan





      
 "Kamu telurnya ya, aku peyeknya aja"

      Dalam satu tahun Bujono Pirukun di GKJ Kaliceret dilaksanakan sebanyak 4 kali. Yaitu pada saat peringatan Paskah (Bulan Maret/April), Bulan Juli, Bulan Oktober/Pekan Keluarga, dan pada saat hari Natal, atau saat peristiwa khusus sesuai permintaan dan kondisi, misalnya ada tamu dari luar kota yang ingin merasakan Bujono Pirukun, saat Tukar Mimbar Klasis, atau Tukar Mimbar Sinode, dll.
Foto-foto Saat Team dari YAKKUM Purwodadi 
menikmati Kepungan


Tim RS.Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi sedang menikmati Kepungan


Ayo, ramai-ramai ambil!

     Perlengkapan Bujono Pirukun/Kepungan adalah sejumlah sajian nasi dan lauk pauk serta sayur masyur kudapan yang diracik dalam satu wadah besar untuk kemudian dikepung/dimakan bersama-sama. Makanan ini dibawa oleh jemaat dari rumah masing-masing. Ada yang membawa nasi dengan lauk tertentu. Ada yang membawa nasi dengan sayuran tertentu, dll. Setiiap orang membawa bekalnya sesuai dengan kemampuan masing-masing. 
     Mereka membawa dan mempersiapkan dengan suka cita sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan kepada mereka. Bahkan acara seperti ini selalu dinanti-nanti kedatangannya. Tidak heran mereka yang merantau keluar Kaliceret sangar merindukan nostalgia acara Bujono Pirukun, terutama pada saat hari Natal, banyak warga jemaat yang pulang ke Kaliceret tumpah ruah untuk mengikuti acara ini.




 Rekan-rekan dari RS.Panti Rahayu Yakkum sedang menikmati
Bujono Pirukun, Minggu, 21 Juni 2015

     Biasanya Bujono Pirukun dilaksanakan setelah ibadah selesai. Warga jemaat kemudian pulang ke rumah masing-masing untuk kembali lagi ke gereja sembari membawa bekal perlengkapan Bujono Pirukun. Perlengkapan ini kemudian diracik lagi di wadah besar dan disajikan dari semua yang ada di bawa oleh jemaat, Jadi mereka yang kemudian makan bersama akan menikmati semua yang dibawa dan tidak bisa memilih-milih. Di sinilah letak rasa berkorban untuk bersedia berbagi dengan apa yang mereka bawa. Yang tidak mampu menikmati bekal dari yang mampu. Sebaliknua yang mampupun harus rela merasakan hidangan dari yang tidak mampu.
     Cara menyantap bujono pirukun cukup unik. Secara otomatis warga jemaat berkumpul/mengepung hidangan sesuai wadah yang ada. Maka akan timbul lingkaran-lingkaran yang mengepung sajian. Sehingga Buono Pirukun sering disebut juga Kepungan. Meraka yang menyantap makanan juga tidak memakai sendok atau garpu, tetapi “muluk” atau memakai tangan secara langsung sehingga akan timbul kenikmatannya saat menyantap Bujono Pirukun secara bersama-sama.

Rabu, 22 Agustus 2012

Foto-Foto Kuno Murid SD Kristen Kaliceret

Berikut ini beberapa dokumentasi yang berhasil ditemukan yang berkaitan dengan keberadaan sekolah di Kaliceret. 
Foto Jadul murid SD Kristen Kaliceret sedang kerja bakti. Kemungkinan lokasi di belakang Loji. Foto diambil tahun 1908 .



SD Kristen Kaliceret, TK Kristen Kaliceret dan GKJTU Kaliceret, 
tampak menara dan loncengnya saja


Catatan Tambahan SEJARAH KALICERET


Menurut Mbah Kalidah (Meninggal pada 3 April 2007 pada usia 101 tahun, istri Mbah Isakar, Kyai Badrun dari Kuripan Purwodadi yang mengubah namanya dengan Isakar setelah menjadi Kristen, seorang Kolporteer/pedagang buku rohani), sebelum ada gereja (sekarang GKJTU), Kaliceret baru dihuni oleh lima orang. Sekitar Kaliceret masih lebat oleh hutan jati. Baru setelah itu orang-orang dari Salatiga Zending membangun rumah dari welit/ilalang yang dulunya berlokasi di Pastori GKJ Kaliceret yang sekarang ini. Rumah welit tersebut oleh orang-orang asing tadi dipakai untuk mengabarakan Injil terutama melalui bidang kesehatan. Beberapa orang yang sembuh dari penyakitnya tidak mau kembali ke daerah asalnya, tetapi menetap di Kaliceret dan menjadi Kristen. Jadi tempat itu disamping sebagai balai pengobatan juga dipakai sebagai    tempat ibadah juga sekaligus pastori. Mereka yang pernah tinggal di tempat itu adalah Pdt.Steisen, Pdt.Prusdey, dan Pdt.Panenga.


Rumah kaliceret kuno dari welit seperti yang diceritakan mbah Kalidah. Bruder Bansemer dan Bruder Heintze bersama anak-anak sekolah Kaliceret

 

            Lama-kelamaan orang-orang sekitar Kaliceret banyak yang berdatangan menghuni di Kaliceret danm menjadi Kristen. Karena perkembangan PI dan Balai Pengobatan, rumah welit diperbaiki sedangkan tempat ibadah dibuatlah gereja GKJTU yang sekarang ini. Untuk pastori dibuatlah kompleks kapandhitan, yaiitu loji yang sekarang ini. Pada waktu itu gereja (GKJTU) dipakai untuk sekolah dari senin sampai sabtu, sehingga dibuat sekat-sekat di gereja. Tetapi pada hari minggu sekat-sekat itu dibuka untuk kebaktian, Lama kelamaan balai pengobatan juga semakin berkembang, sehingga dibuatlah rumah sakit kaliceret yang menjadi satu-satunya rumah sakit di grobogan waktu itu. Tetapi karena keberadaan jalan yang menuju ke kaliceret waktu itu rusak, maka rumah sakit kaliceret berangsur-angsur mengalami kemuduran dan akhitnya mati.

Mbah Kalidah, istri Bp.Isakar, kolporteer Kaliceret



Catatan Kecil:
  1. Anggota majelis GKJ Kaiceret pada saat perpecahan gereja adalah :Guru Injil Yosafat, Bp.Isakar, Bp.Semangun, Bp.Yoram, Bp.Paulus, Selain Bapak Yosafat semua mejelis berjabatan penatua.
  2. TK Kristen Kaliceret pertama kali menempati bekas rumah sakit kaliceret di bagian rumah dinas pegawai. Lalu pindah lagi ke bagian rumah dinas bersalin, pindah ke ruang kantor, baru yang terakhir menjadi satu kompleks dengan SD Kristen Kaliceret.

Selasa, 21 Agustus 2012

Sejarah Singkat TK Kristen Kaliceret


TK Kristen Kaliceret berdiri pada tanggal 1 Agustus Tahun 1965 dengan jumlah murid sebanyak 63 anak dengan seorang guru bernama Ibu Sri Rahayu (saat ini beliau masih aktif melayani di gereja). Tahun ajaran 1966 jumlah murid ada 54 anak. Sedang tahun ajaran 1966/1967 jumlah murid ada 43 anak. Tahun 1967 Ibu Sri Rahayu harus merangkap guru SD Kristen Kaliceret. Berhubung karena nota dinas harus mengajar di SD maka ibu Sri Rahayu mengajar merangkap TK.
            Tahun 1968 Ibu Sri Rahayu melepas TK dan digantikan Ibu Sri Widayanti dan Ibu Sri Hayati. Pada mulanya honor dan biaya operasional menjadi tanggung jawab YPK (Yayasan Perguruan Kristen) di Purwodadi. Tetapi tahun 1970 YPK melepas TK sehingga menjadi  tanggung jawab GKJ Kaliceret. Oleh gereja kemudia TK diserahkan kepada KWD (Komisi Warga Dewasa) GKJ Kaliceret untuk dikelola.
Setelah  Ibu Sri Widayanti dan Ibu Sri Hayati pindah, maka guru TK diganti oleh Ibu Sumarini. Setelah Ibu Sumarini, guru TK dipegang oleh Ibu Semi. Setelah ibu Semi ditarik untuk mengajar SD Kristen Kalicerer, maka Ibu Semi digantikan Ibu Rumanti Wulansari. Karena kerepotan mengasuh keluarga maka Ibu Rumanti Wulansari digantikan oleh Ibu Edy  Sri Wijayanti. Tetapi baru beberapa bulan mengajar, Ibu Edy Sri Wijayanti meninggal pada tanggal 19 September 1988 karena sakjt. Untuk itu guru TK dirangkap oleh Ibu Semi, guru SD Kristen Kaliceret. Tetapi setelah berjalan beberapa waktu, Ibu Semi merasa kewalahan dengan tugas rangkapnya tersebut. Untuk itu melalui rapat koordinasi, KWD memutuskan untuk menetapkan Ibu Sulistyowati menjadi guru TK sampai sekarang. Sekarang ini Ibu Sulisytowati dibantu anaknya, yaitu Sdri.Vita Tri Utami.
Setelah ibu Sulistyowati meninggal pada .... , maka TK Kaliceret diampun oleh Sdri.Vita Tri Utami dan Kurnia Murwani. 

Sejarah Singkat SD Kristen Kaliceret


SEJARAH SINGKAT SD KRISREN KALICERET

 

          Selain layanan Kesehatan, zending juga menyelenggarakan Pendidikan sebagai sarana PI. Kaliceret setidaknya sudah memiliki sekolah sewaktu Boer masih tinggal di Kaliceret. Awalnya 12 anak, lalu menjadi 50 anak. Kaliceret juga memiliki sekolah perempuan yang didirikan oleh istri Kuhnen, Bernama Caroline Auguste Alwine Bulten. Namun istri Kuhnen meninggal di Kaliceret tahun 1899, dan Kuhnen Kembali ke Jerman. Posisinya digantikan Kabelitz tahun 1902. Di SD pernah tinggal pendeta dari Jerman Pendeta Kuhnen dan Pendeta Kabelitz

 


Disamping sebagai tempat mendidik/melatih calon-calon perawat pribumi, gereja merasakan bahwa pendidikan dasar dirasakan sangat penting bagi masyarakat, maka dibukalah sekolah “Ongko Loro/angka dua” atau Sekolah Dasar kelas Dua di Balai Pelatihan Perawat Pribumi (belakang loji). Sekolah ini setaraf sekolah rakyat/SD. Tetapi pada masa Jepang, sekolah ini secara otomatis berhenti, karena baik gereja, loji, maupun balai perawat pribumi dikuasai oleh Jepang. 

    Jaman kemerdekaan sekolah dimulai lagi dan pada jaman perang kemerdekaan tahun 1947-1948 sekolah sempat dipindahkan ke desa Mliwang. Baru tahun 1970 oleh Bp.Sutrisno Yuwono sekolah diminta agar diselenggarakan lagi di Kaliceret dan menempati loji kembali. Pada rumah kapandhitan/loji juga pernah dikembangkan sekolah tehnik (ST) dan kemudian menjadi SMP PGRI. 

    Untuk saat ini kompleks SD Kristen Kaliceret ditambah local baru ditambah Gedung TK Kristen Kaliceret.

   
Berikut ini beberapa dokumentasi yang berhasil ditemukan yang berkaitan dengan keberadaan pendidikan di Kaliceret.

 

Foto murid dan guru berfoto bersama di depan Loji/SD Kristen Kaliceret sekarang. Foto berasal dari Kartu Pos jaman Belanda sekitar tahun 1903.

 

 

Foto Bruder Bansemer (baju hitam) dan Bruder Heintz (baju putih) bersama anak-anak sekolah di Kaliceret. Foto kemungkinan di depan Pastori GKJ Kaliceret sekarang, seberang timur SD Kristen Kaliceret sekarang.

 

 

Foto anak-anak Sekolah Minggu sedang melakukan kerja bakti di Kaliceret. 

 

 

Foto ini tepatnya berarti diambil dari posisi sebelah halaman bagian depan sisi utara. Sebab Sekolah ini menghadap ke timur. Lihat, bentuk pagarnya teras depannya masih sama dengan sekarang ini, Jadi masih sangat utuh.

 

 

Foto loji Kaliceret yang sekarang digunakan untuk gedung SD Kristen Kaliceret.

 

REFERENSI DARI jejalkolonial.blogspot.com karangan Lengkong Sanggar Ginaris

Sejarah Singkat SD Kristen Kaliceret


    Disamping sebagai tempat mendidik/melatih calon-calon perawat pribumi, gereja merasakan bahwa pendidikan dasar dirasakan sangat penting bagi masyarakat, maka dibukalah sekolah “Ongko Loro/angka dua” atau Sekolah Dasar kelas Dua di Balai Pelatihan Perawat Pribumi (belakang loji). Sekolah ini setaraf sekolah rakyat/SD. Tetapi pada masa Jepang, sekolah ini secara otomatis berhenti, karena baik gereja, loji, maupun balai perawat pribumi dikuasai oleh Jepang. 
    Jaman kemerdekaan sekolah dimulai lagi dan pada jaman perang kemerdekaan tahun 1947-1948 sekolah sempat dipindahkan ke desa Mliwang. Baru tahun 1970 oleh Bp.Sutrisno Yuwono sekolah diminta agar diselenggarakan lagi di Kaliceret dan menempati loji kembali. Pada rumah kapandhitan/loji juga pernah dikembangkan sekolah tehnik (ST) dan kemudian menjadi SMP PGRI. 
    Untuk saat ini kompleks SD Kristen Kaliceret ditambah local baru ditambah gedung TK Kristen Kaliceret.

    Berikut ini beberapa dokumentasi yang berhasil ditemukan yang berkaitan dengan keberadaan pendidikan di Kaliceret.

Foto murid dan guru berfoto bersama di depan Loji/SD Kristen Kalicerert sekarang. Foto berasal dari Kartu Pos jaman Belanda sekitar tahun 1903.


Foto tuan Bansemer bersama anak-anak di Kaliceret. Kemungkinan berkaitan dengan pendidikan/sekolah minggu


Foto anak-anak Sekolah Minggu sedang melakukan kerja bakti di Kaliceret. 

 



Foto loji Kaliceret yang sekarang digunakan untuk gedung SD Kristen Kaliceret.

Senin, 20 Agustus 2012

Sejarah Singkat Rumah Sakit Kristen Kaliceret



Sejarah Singkat Rumah Sakit Kristen Kaliceret

Sekitar tahun 1900 di Purwodadi berkembang penyakit prambosia. Maka Pendeta Geriche yang melayani jemaat Keceme, Gundih menaruh perhatian penuh atas penderitaan rakyat ini bahkan ikut merawat sendiri para penderita. Untuk itu pada tahun 1903 didatangkan dr. Vander Ley dari Belanda untuk mendirikan Rumah Sakit Pitulungan di Purwodadi (lokasi di Rs.Yakkum  sekarang). Usaha ini mendapat sambutan baik sekali baik dari pemerintah maupun dari masyarakar sekitar sehingga selanjutnya dibuka Balai Pengobatan di beberapa tempat, seperti di Sulursari, Kradenan, Wirosari, Godong, Moga, Tegal dan rumah sakit pembantu di Kaliceret.
            Pada masa kejayaannya, rumah sakit Kaliceret menduduki peran yang sangat penting. Banyak pasien dari luar daerah datang untuk dirawat di tempat ini. Ada dua pengobatan terkenal dari rumah sakit ini pada waktu itu, yaitu pengobatan penyakit koreng dan paru. Mengingat waktu itu lingkungan kaliceret masih sangat sejuk dengan banyaknya hutan di sekitar desa. Tetapi setelah hutan ini sekarang gungdul, Kaliceret berubah menjadi sangat panas dan sulit air.
 Pada jaman penjajahan Jepang, rumah sakit Kaliceret terbengkalai bahkan dipakai untuk menawan interniran. Sedang pada masa perang kemerdekaan (1947-1948) rumah sakit di Kaliceret banyak dipakai untuk merawat para korban perang, terutama kiriman pasien dari Semarang. Setelah Jepang pergi, rumah sakit kembali ditangani pemerintah.
            Pengelolaan bekas Rumah Sakit Kaliceret oleh Yakkum termaktuf dalam surat “Kuasa dari JAJASAN RUMAH-RUMAH SAKIT KRISTEN DJAWA-TENGAH, ALAMAT: SAGAN LOR 2  JOGJAKARTA, nomor 013/62 tertanggal Jogjakarta, 18 April 1962 kepada Ds.K.POEDJOWIJONO, Pendeta Geredja Kristen Djawa jang tergabung dalam Synode Geredja Kristen Djawa Tengah di Kalitjeret (Kedungdjati, Purwodadi-Grobogan) untuk bertindak atas nama JAJASAN tersebut di atas, guna menguasai persil-persil dengan nomor verponding 512 dan 541 di desa Mrisi (Singen-Kidul,Purwodadi-Grobogan), beserta segala bangunan-bangunan jang berdiri di atasnya, serta segala sesuatu jang terletak dan tertanam pada persil-persil tersebut, seperti yang disebut dalam Surat Pemberian Hadiah (Schenking) nomor 22 tanggal 18 September 1956 dari Wakil Notaris R.SOEGONDO NOTODISOERJO. “
Senada dengan surat di atas, JAJASAN RUMAH-RUMAH SAKIT KRISTEN DJAWA-TENGAH TJAB.PURWODADI, DJL.DARMORINI 10 PURWODADI GROBOGAN, tertanggal 31 Agustus 1962 memberita tahu kepada Sdr.Bupati Kepala DaerahTingkat II Grobogan bahwa gedung-gedung di atas persil hak egendom verponding no.512 dan persil hak egendom verponding no 541 tidak lagi dipergunakan sebagai rumah sakit. Setelah tidak dipakai sebagai rumah sakit, statusnya sebagai rumah sakit pebantu.
Kondisi jalan yang menuju ke Kaliceret semakin parah, maka lama kelamaan rumah sakit pebantu di Kaliceret berubah menjadi hanya Balai Pengobatan saja . Inipun berangsur-angsur semakin merosot dan akhirnya tahun 1962 tutup. Karyawan yang ada dipindahkan ke Puskesmas Tanggungharjo, Gubug, dan RSU Purwodadi. Setelah itu BP Kaliceret difungsikan sebagai pembantu puskesmas, tetapi akhirnya inipun tutup. Pada tahun 1963 salah satu saal selatan, yaitu saal wanita, pernah dipinjam jemaat GKJ untuk beribadah.
            Pada tahun 1970 bekas bangunan rumah sakit Kalilceret akan dibongkar oleh oknum yang merasa memiliki hak atas bangunan tersebut. Namun upaya ini dapat digagalkan oleh Majelis GKJ Kaliceret bekerja sama dengan aparat keamanan setempat (cerita berdasarkan kesaksian Pdt.EmDriyoso Samuel). Pada waktu malam itu sudah didatangkan para tenaga bongkar lengkap dengan truk dan peralatannya.
 Tahun 1974 JAWATAN KESEHATAN RAKYAT KABUPATEN GROBOGAN tertanggal 8 Agustus 1974, berdasarkan surat Dokter Pemimpin YAKKUM cabang Purwodadi tertanggal 1 Agustus 1974 yang menyatakan bahwa gedug-gedung bekas pembantu Rumah Sakit Kaliceret hanya digunakan untuk BP saja, sedang gedung-gedung lain tidak dipergunakan, tidak keberatan atas permohonan Yakkum Cabang Purwodadi untuk membongkar sebagian dari gedung bekas Rumah Sakit Kaliceret untuk meneruskan pemangunan rumah sakit Yakkumdi Purwodadi. Keputusan atas pembongkaran  sebagian dari gedung bekas Rumah Sakit Kaliceret dikeluarkan oleh BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II GROBOGAN tertanggal 26 Oktober 1976.
Tanggal 2  Mei 1977 YAYASAN KRISTEN UNTUK KESEHATAN UMUM (YAKKUM) CABANG KABUPATEN GROBOGAN BP/BKIA/KLINIK BERSALIN PANTI RAHAYU memberitahukankepada Kepala Desa Mrisi tentang rencana pembongkaran.
Tanggal 3 Mei 1977 YAYASAN KRISTEN UNTUK KESEHATAN UMUM (YAKKUM) CABANG KABUPATEN GROBOGAN BP/BKIA/KLINIK BERSALIN PANTI RAHAYU meminta bantuan Majelis GKJ Kaliceret, yaitu Sdr.Budi Utomo, Sdr.Srijono, dan Sdr.Radiman Kadarmanto untuk membantu pengamanan pelaksanaan pembongkaran sampai selesai.
Tanggal 26 Mei 1977 YAYASAN KRISTEN UNTUK KESEHATAN UMUM (YAKKUM) CABANG KABUPATEN GROBOGAN BP/BKIA/KLINIK BERSALIN PANTI RAHAYU memberi mandat kepada  Majelis GKJ Kaliceret untuk menjada ketertiban dan keamanan terhadap sisa bangunan yang masih ada serta tanah-tanah yang ada termasuk tanah sisa bongkaran untuk dikelola oleh Majelis GKJ Kaliceret.  
 Seluruh bangunan rumah sakit dibongkar dan dikirim ke Purwodadi untuk memperkokoh bangunan rumah sakit di YAKKUM di Purwodadi. Hanya bekas zaal pria dan kompleks perkantoran yang dipinjam oleh GKJ Kaliceret untuk dijadikan gereja dan pastori GKJ Kaliceret.









GKJ Kaliceret Sekarang Ini


GKJ Kaliceret menjadi bagian wilayah Klasis Purwodadi dengan anggota sebanyak 14 gereja dewasa. Yaitu: GKJ Kaliceret, GKJ Wisma Nugraha-Tegowanu, GKJ Tempurung-Gubug, GKJ Mijen, GKJ Juwangi, GKJ Wolo, GKJ Gundih, GKJ Purwodadi, GKJ Grobogan, GKJ Wirosari, GKJ Ngaringan, GKJ Sodo, GKJ Kradenan, GKJ Sulursari. Secara sinodal tergabung dalam anggota Sinode GKJ, yang beralamat di Jl.Dr.Sumardi no.10 Salatiga.
            GKJ Kaliceret sekarang ini sendiri memiliki 3 pepanthan/cabang, yaitu: Kedungjati, Ringinpitu, Penadaran. Dulu pernah memiliki pepanthan di Gunung Tumpeng, Gunung Wulan, dan Pepe. Semuanya terletak di Kecamatan Kedungjati. Tetapi karena kurang tenaga dan kurang perawatan, pepanthan itu sekitar tahun 1980 sudah tidak ada. Disamping itu sebagian besar warganya waktu itu transmigrasi ke Kalimantan/Sumatra.
            Sebagai gereja hasil peninggalan Belanda, GKJ Kaiceret justru mengalami tantangan kemandirian, terutama kemandirian dana. Hal ini bisa dimengerti, sebab pola asuh yang diterapkan zending untuk jemaat waktu itu kurang mempersiapkan jemaat untuk kemandirian. Semua dana tenaga gereja dicukupi oleh Belanda. Jemaat datang ke gereja tidak terbiasa membawa persembahan. Bahkan mereka ke gereja justru mendapat kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan makanan dan pakaian. Setiap Natal dibagi roti secara gratis. Pola asuh ini menimbulkan mentalitas suka diberi dari pada memberi atau berkorban.

Data Jemaat
Kondisi Sosial Ekonomi Jemaat
Data Keuangan Gereja
Data Majelis dan Komisi
Program Gereja
Tantangan  Gereja

Setelah Perpecahan


Setelah kembali dari pendidikan teologia selama 4 tahun, Bp.Koerdi Pudjowijono bulan April 1954 telah kembali dan ditempatkan di Kaliceret untuk sebagian jemaat Kaliceret yang tetap memihak kepada Sinode Kesatuan GKJ. Beliau menjadi guru Injil sampai tahun 1955 dan pada tahun itu juga ditahbiskan menjadi Pendeta GKJ Kaliceret. Masa kepemimpinan Bp.Koerdi Pudjowijono memiliki pembantu pendeta berturut-turut sebagai berikut: Bp.Margono Sarwi Padmowijono, Bp.Soenardi Boedi, Bp.Drijoso Samuel. Bp.Sarwi Padmowijono kemudian dipanggil menjadi pendeta GKJ Kradenan yang ditempatkan di GKJ Wirosari dan tak lama kemudian dipanggil menjadi pendeta di GKJ Salatiga. Sedangkan Bp,Soenardi Boedi kemudian menjadi pendeta GKJ Sodo pada 1 April 1972.
Sebagai hasil PI ke wilayah sekitar GKJ Kaliceret saat itu memiliki pepanthan/cabang: Kedungjati, Gubug, Mijen, dan Karanggeneng. Untuk itu setelah Bp.Drijoso Samuel dipanggil menjadi pendeta di GKJ Mijen, sedang GKJ Kaliceret masih digembalakan oleh Pdt. Koerdi Poedjowijono.
Karena Bp.Margono Sarwi Padmowijono pindah dari GKJ Wirosari ke GKJ Salatiga, maka GKJ Wirosari kemudian memanggil Pdt.Koerdi Pudjowijono dari GKJ Kaliceret, sehingga Kaliceret mengalami kekosongan. Untuk itu tahun 1968 Bp.Drijoso Samuel dipanggil dari Mijen untuk menjadi pendeta GKJ Mijen dan GKJ Kaliceret. Tetapi tahun 1975 Bp.Drijoso Samuel menjadi pendeta untuk GKJ Kaliceret saja dengan pembantu pendeta Bp.Subiyoto. Tetapi karena tenaga pembantu pendeta dihapus, makas secara otomatis Bp.Subiyoto diberhentikan.
Setalah emeritus/pension pada tanggal 1 Desember 1995, GKJ Kaliceret memroses untuk pemanggilan pendeta baru atas diri Sdr,TImotius Purwanto, lulusan Theologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga lulusan tahun 1996.Setalah melalui orientasi sejak 1 Juli 1997 sampai buan Juli 1998, dan ujian peremtoir tanggal 16 April 1999, maka pada tanggal 15 Juli 1999 Sdr.Timotius Purwanto ditahbiskan menjadi Pendeta GKJ Kaliceret.

Minggu, 19 Agustus 2012

Perpecahan Gereja di Kaliceret



PERPECAHAN GEREJA DI KALICERET


Seperti diuraikan sebelumnya bahwa daerah Jawa Tengah Bagian Selatan merupakan daerah PI dari Zending Gereformeed. Sedang daerah Jawa Tengah Bagian Utara (termasuk Kaliceret), kecuali sekitar Muria Kudus, menjadi wilayah kerja Salatiga Zending. Gereja-gereja hasil Zending Gereformeed kemudian dinamakan Gereja Kristen Jawa Tengah Selatan (GKJTS). Sedang gereja-gereja hasil PI Salatiga Zending menamakan diri Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU). Seiring dengan pendewasaan gereja di lingkungan Zending Gereformeed maka tanggal 17 Februari 1931 GKJTS mengadakan sidang sinodenya yang pertama di Kebumen yang dipakai sebagai tanggal kelahiran GKJ yang sekarang ini. Sedang pada tanggal 17 Maret 1937, jemaat-jemaat Salatiga Zending yang dalam sebutan sehari-hari lebih dikenal dengan nama "Parepatan Agung" mengadakan sidang "Sinode" pertamanya di Purwodadi. Pada Sidang gereja di Salatiga tanggal 20 April 1949 ditetapkan menjadi "Gereja Kristen Jawa Tengah Utara" (GKJTU)-(Berdasarkan sumber: Sejarah GKJTU).

  Sebagai akibat kekalahan Jerman oleh Belanda pada tahun 1940, demikian juga terdepaknya Belanda pada masa Jepang, maka GKJTS maupun GKJTU seperti menjadi anak yatim yang kehilangan kontak dengan induknya baik dengan GKN maupun dengan gereja NM di Jerman. Untuk itu setelah masa-masa tersebut khususnya setelah tahun 1948 sudah timbul pemikiran untuk menyatukan kedua sinode tersebut.

Mengutip sejarah singkat GKJTU, dorongan Sinode kesatuan dari GKJTU dilatar belakangi oleh beberapa faktor.

Pertama, pendewasaan jemaat secara umum setelah tahun 1937 secara obyektif belum sepenuhnya mendewasakan jemaat dalam tanggungjawah mengenai banyak hal.

Kedua, pada saat Perang Dunia II PA ditinggalkan oleh tenaga dari Jerman dan tidak lagi menerima bantuan keuangan. Sementara di dalam negeri ada begitu banyak kesulitan akibat perang. Akibatnya, warga dan pelayan Jemaat hidup dalam keadaan tidak menentu . Situasi demikian membuat Pasmuwan Salatiga Zending semakin menderita dan mengalami kemunduran banyak bidang. Dalam situasi yang serba sulit itu, Pasamuwan Salatiga Zending menyambut upaya pendekatan dengan Gereja Jawa di Selatan menyusun sinode kesatuan tahun 1949.

 

Gagasan itu terwujud dengan terbentuknya Sinode Kesatuan dalam sidangnya di Salatiga pada tanggal 5-6 Juli 1949 di mana pada bulan November kemudian mengadakan sidangnya yang pertama di Purwokerto. Kedua Sinode itu melebur menjadi satu dengan nama Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah. Karena anggotanya sampai di Jawa Barat bahkan Sumatra, akhirnya nama itu diubah menjadi Sinode Gereja Kristen Jawa. Penyatuan itu dimaksud supaya dapat bekerja sama dengan GKN karena Jerman sebagai pusat Salatiga Zending sudah tidak mampu lagi meneruskan pelayanan di Jawa Tengah.

Didorong oleh adanya latar belakang sejarahnya sendiri dan juga ditambah oleh adanya pergolakan politik, maka Sinode kesatuan tidak dapat dipertahankan lagi. Tahun 1953 beberapa tokoh Kristen yang merasa tidak dapat bertahan di sinode kesatuan, Sinode GKJ, memisahkan diri dan kemudian menghimpun lagi Parepatan SInode GKJTU bernama Parepatan Agung. Dengan demikian secara resmi Sinode GKJ tidak pernah dibubarkan. Pemisahan kembali “GKJTU” dari Sinode Kesatuan membawa dampak perpecahan/pemisahan di gereja-gereja hasil PI Salatiga Zending. Ada yang tetap memihak kepada sinode peleburan/kesatuan, ada yang kembali berhimpun dengan Parepatan Agung. Konflik ini membawa perpecahan juga di gereja-gereja lokal, menjadi GKJ dan GKJTU, salah satu contoh adalah gereja di Kaliceret, Nyemoh, dan Tempurung.

Pergolakan politik di tahun 1947-1948 juga menambah rumit perpecahan gereja di kemudian hari. Pada masa revolusi fisik banyak anggota GKJTU yang mengungsi ke wilayah Republik yang merupakan daerah GKJTS. Sementara itu tentara Belanda yang menguasai Jawa Tengah bagian Utara menyita gedung-gedung gereja dan tanah milik  gereja yang sebelumnya telah diambil alih oleh Jepang. Dalam melayani orang-orang Kristen di kota-kota di Jawa Tengah bagian Utara, pendeta-pendeta Belanda meminta bantuan GKJ dan gedung-gedung gereja yang disita diserahkan untuk pelayanan tersebut. Situasi inilah yang menambah ruwet perpecahan gereja termasuk di Kaliceret menyangkut harta peninggalan Salatiga Zending. Dalam gereja sendiri terdapat dua kekuatan, antara yang tetap memihak Sinode kesatuan GKJ dengan pihak yang menyetujui pembentukan kembali Parepatan Agung.

 Dilihat dari wilayah Zending, Kaliceret sediri merupakan wilayah kerja Salatiga Zending. Tetapi karena proses sejarah yang tejadi, Kaliceret kemudian ditinggalkan Jerman, kemudian diambil alih Belanda, lalu sempat terbengkalai pada masa Jepang dan pada masa Revolusi Pisik oleh Belanda lagi. Inilah yang mempersulit keputusan waktu itu karena Kaliceret pernah memiliki dua induk yang berbeda, yaitu Belanda (GKN) dan Jerman (NM). Disamping itu masih ada harta peninggalan berupa tanah, juga bangunan Gereja GKJTU, Loji (sekarang digunakan untuk SD Kristen Kaliceret), tanah dan bangunan bekas Rumah Sakit Kristen Kaliceret (sebagian digunakan untuk gereja GKJ Kaliceret). Khusus mengenai rumah sakit, pada jaman Perang Dunia ke 2 dikelola oleh Belanda, setelah Jepang diambil alih oleh pemerintah, kemudian oleh pemerintah diserahkan kembali kepada gereja dalam hal ini YAKKUM. PAda sejarah berikutnya YAKKUM bernaung di bawah sinode GKJ (LIhat Sejarah Berdirinya YAKKUM).

 Untuk melacak kapan terjadinya pemisahan/perpecahan gereja di Kaliceret menjadi GKJTU dan GKJ memang sangat sulit. Sebab dokumen-dokumen mengenai itu sangat sulit ditemukan. Yang ada hanyalah cerita tutur dari kesaksian hidup. Kita patut bersyukur bahwa GKJ Kaliceret memiliki kesaksian dari seorang tokoh sepuh pelaku dan saksi sejarah di Kaliceret. Salah satu kesaksian tersebut adalah dari Bp.Purwoto Setyo Prayitno. Beliau lahir pada 15 Mei 1936.  Beliau  menyatakan demikian:

Waktu itu saya baru pulang libur sekolah dari kost di SMA di Purwodadi. Sewaktu saya pulang pada hari Sabtu itu, tahu-tahu kebaktiannya sudah tidak di gereja GKJTU yang sekarang ini, Tetapi kebaktiannya di rumahnya Mbah Semangun (sekarang ini menjadi Gudang Jagung  Kaliceret). Padahal Minggu sebelumnya sewaktu saya berangkat ke Purwodadi untuk sekolah, gereja belum pecah. Dan kebaktiannya masih menjadi satu di GKJTU. Memang waktu itu sudah timbul kubu-kubunan. Antara kubu yang setuju tetap GKJ dengan yang kembali ke Parepatan Agung. Kubu yang setuju tetap GKJ dipimpin Mbah Semangun. Katanya waktu itu kubu mbah Semangun sudah dihalang-halangi untuk masuk ke gereja. Jadinya ya,,, kemudian seperti itu…..”


Bp.Purwoto Setyo Prayitno

Dari kesaksian Bapak Poerwoto Setyo Prayitno, berdasarkan kalender tahun 1953 dari Geogle, Bapak Poerwoto SP mengingat bahwa perpecahan gereja di Kaliceret terjadi pada hari Minggu, 6 September tahun 1953, yaitu Hari Pertama Minggu, di mana warga yang tetap setia pada sinode kesatuan GKJ mengadakan ibadah di rumah Mbah Semangun karena tidak mendapat tempat di GKJTU. 

KALENDER 1953

 

September 1953

Mo

Di

Msi

Dro

Fkr

Sa

So

36

 

1

2

3

4

5

6

37

7

8

9

10

11

12

13

38

14

15

16

17

18

19

20

39

21

22

23

24

25

26

27

40

28

29

30

 

 

 

 

 

 

 

 


Suasana perpecahan diliputi ketegangan-ketegangan di kedua belah pihak. Untuk sementara para pihak yang bertikai masih bisa beribadah menggunakan satu gedung secara bergantian. Karena jemaat yang tetap setia kepada sinode kesatuan GKJ tidak lagi diperbolehkan beribadah di GKJTU, maka mereka kemudian beribadah di rumah Mbah Semangun. Ibadah pertama di hari minggu tersebut terjadi pada tanggal 6 September 1953. Momen ibadah pertama kali  ini dipakai sebagai tanggal sejarah kelahiran GKJ Kaliceret. GKJ menggunakan rumah mbah Semangun sebagai tempat ibadah sampai tahun 1963. Setelah itu GKJ meminjam salah satu ruangan rumah sakit, yaitu zaal pria, sebagai tempat ibadah, mengingat rumah sakit Kaliceret sudah macet. Setelah melalui permohonan kepada pihak YAKKUM di Surakarta, GKJ memperoleh rekomendasi hak pakai sebagai tempat ibadah. Bahkan gereja dipercaya mengelola tanah bekas rumah sakit. Untuk itu tempat kebaktian pada tahun 1963 direhap untuk yang pertama kali. Rehap kedua dilakukan tahun 1970, rehab ke tiga tahun 2017. Renovasi total dilaksanakan pada tahun 2023. Renovasi diresmikan oleh Bupati Grobogan, Hj.Sri Sumarni, SH, MM pada hari Minggu, 10 September 2023.

 Berikut ini dokumentasi peresmian renovasi gedung gereja 




Catatan Kecil:

  1. Anggota majelis GKJ Kaiceret pada saat perpecahan gereja adalah :Guru Injil Yosafat, Bp.Isakar, Bp.Semangun, Bp.Yoram, Bp.Paulus, Selain Bapak Yosafat semua mejelis berjabatan penatua.