Selasa, 19 Desember 2023

SEJARAH PEPANTHAN RINGINPITU

 SEJARAH PEPANTHAN RINGINPITU

 

Pada sekitar tahun 1973 seorang tentara dari Salatiga dipindah tugaskan di Grobogan dan ditempatkan di Tanggungharjo. Orang tersebut bernama Bapak Warnadi, seorang warga gereja Kristen Jawa Salatiga. Istrinya bernama Ibu Munasri, yang lebih suka dipanggil ibu Warnadi. Dalam kepindahannnya beliau belum membawa istri dan anaknya, dikarenakan masih menunggu anak-anak mereka menempuh ujian sekolah. Sehingga ibu Warnadi tetap tinggal di Asrama tentara/tangsi di atas wilayah Pasar Sapi Salatiga. Sementara Bapak Warnadi masih senang lajo dari Tanggungharjo ke Salatiga. Baru pada tahun 1975 mereka pindah ke tanggungharjo. Dan karena Bapak Warnadi seorang yang sangat suka berburu babi hutan, beliau seringkali pergi ke hutan dekat desa Ringinpitu. Karena alasan inilah beliau akhirnya memutuskan untuk tinggal menetap di desa Ringinpitu beserta istri dan anak-anaknya.

Selang beberapa tahun tinggal di Ringinpitu, Ibu Warnadi merasa tidak mendapat cantolan sebagai orang Kristen di daerah yang baru. Beliau meminta Bapak Warnadi agar mencari informasi keberadaan gereja terdekat yang bisa dipakai untuk tempat beribadah. Maka didapatlah informasi itu, yaitu di desa Kaliwenang, tempat diselenggarakannya ibadah di tempat Bapak Joyo Siwandi yang dilayani dari induk GKJ Kaliceret. Maka minggu kemudian beliau memutuskan berdua untuk mulai beribadah ke Kaliwenang dengan naik sepeda.

Medan yang harus ditempuh dari Ringinpitu ke Kaliwenangwaktu itu tidaklah mudah. Jalannya masih sempit, penuh ilalang di kanan kiri, dengan bebatuan yang terjal. Apalagi jalan dari Ringinpitu ke Kaliwenang naik turun penuh tanjakan. Sehingga Bapak Warnadi sering terengah-engah memboncengkan Ibu Warnadi. Karena kondiri ini maka Ibu Warnadi meminta agar Bapak memohon kepada Induk Kaliceret agar berkenan membuka pelayanan sendiri untuk Keluarga Bapak Warnadi di Ringinpitu. Oleh Majelis yang ada waktu itu maka usul tersebut disetujui. Sehingga Ringinpitu dilayani tersendiri oleh GKJ Kaliceret dengan pelayan waktu itu Bp.Budi Utomo dan Bp.Abil Martoatmojo.

Sejak penyelenggaraan ibadah di Ringipitu, makin lama warga jemaat yang mengikuti ibadah semakin bertambah. Pertama-tama ajakan Ibu Warnadi ditujukan kepada seorang guru SD Ringinpitu, namanya Bapak Purwanto, seorang warga gereja katolik Tanggungharjo. Karena penyelenggaraan ibadah katolik dilaksanakan pada malam hari, maka permintaan  Bp/Ibu Warnadi agar Bapak Purwanto bergabung diterima dengan senang hati. Bahkan istri beserta seluruh keluarganya di ajak serta. Untuk itu kemudian dilayani katekisasi oleh Bp.budi Utomo (Alm) dan B.Abil Martoatmojo (Alm). Setelah mengiktui katekisasi maka istri dan anak-anak Bp.Purwanto dibabtis. Yaitu Susilo, Juwali...

Demikian juga mbah Sandiman, Mbah Rahwana, Mbah Parjiman, Ibu Surip. Dengan bertambahnya warga jemaat maka Pepanthan Ringinpitu menjadi lebih bergairah. Hanya sayang seringkali situasi semacam ini harus diganggu oleh ulah orang Kristen sendiri yang memiliki kesalah pahaman tentang penginjilan. Waktu itu datang dari gereja JKI semarang yang akan mengadakan kegiatan pelatihan untuk orang-orang Kristen di Ringinpitu. Dalam pelatihan itu juga dibagikan sembako dan keperluan rumah tangga. Karena kegiatan ini dilakukan secara rutin, maka banyak diantara warga pepanthan ringinpitu yang tertarik dan bergabung ke dalam kegiatan ibadah JKI. Tak lama kemudian maka secara resmi berdirilah Gereja JKI di Ringinpitu yang nota bene semua warganya adalah bekas jemaat Pepanthan Ringinpitu yang “diusungi” JKI. Keadaan ini sempat menimbulkan konflik karena JKI dianggap telah mencuri domba-domba GKJ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar