SEJARAH PEPANTHAN PENADARAN
Sejarah Pepanthan Penadaran berkaitan erat
dengan usaha Bp.Pdt.Koerdi Poedjowijono membuka pos pelayanan ibadah di tempat
Bp.Modin Ngrawing. Bp.Modin merelakan rumahnya dipakai untuk tempat ibadah.
Kabar ini didengar oleh Bp.Radin Rana Dirjo warga Penadaran. Maka sekitar tahun
1966 beliau beserta anaknya Bp.Darwito pergi ke Ngrawing untuk mengikuti
ibadah. Secara rutin Bp.Radin dan Bp.Darwito mengikuti pembinaan iman yang
dilaksanakan Bp.Pdt.Koerdi Pudjowijono. Maka sekitar tahun 1968 Bp.Radin Rana
Dirjo berserta istrinya Ibu Rawiyem, juga Bp.Darwito dan istrinya Ibu Sutiyem
menjadi Kristen. Sekalipun begitu, tak satupun warga Ngrawing yang tertarik
masuk menjadi Kristen, termasuk Pak Modin dan keluarganya.
Setelah itu
ibadah dilayani di Penadaran oleh Bp.Pdt.Koerdi Poedjowijono. Lama kelamaan
banyak warga lain yang tertarik menjadi Kristen. Mereka kemudian menjadi warga
Pepanthan Penadaran. Mereka itu ialah:
1. Bp.Radin
Rana Dirjo berserta istrinya Ibu Rawiyem, beserta anak-anaknya
2. Bp.Darwito
dan istrinya Ibu Sutiyem, beserta anak-anaknya
3. Bp.Sutar
dan keluarganya
4. Bp.Matrias
dan keluarganya
5. Bp.Ngadri
dan keluarganya
6. Bp.Sarpa
dan keluarganya
7. Bp.Hadi
(Guru SD Penadaran dari Kudus)
Pepanthan
Penadaran menurut penuturan Bp.Darwito pernah terhenti karena tidak terlayani
dari Kaliceret sehingga Bp.Radin Rana Dirjo dan Bp.Darwito beribadah ke
Kaliceret dengan naik sepeda.
Sekitar tahun
1978 Bp.Sutar dan Bp.Matrias sekeluarga bertransmigrasi di Sumatra. Di sana
mereka memiliki peran penting dalam perkembangan gereja baru. Sekarang ini
Pepanthan Penadaran memilki warga jemaat 18 orang yang terdiri dari keluarga:
1. Bp.Edy
Utoyo (Bp.Carik)
2. Bp.Darwito
3. Bp.Budi
4. Bp.Tulus
5. Bp.Bambang
6. Bp.Ari
7. Bp.Parlan
SEJARAH POS PELAYANAN GUNUNG TUMPENG
Pos pelayanan Gunung Tumpeng ada karena
pengembangan dari Pepanthan Penadaran.
Di Gunung Tumpeng ada seorang mandor tanam
bernama Bp.Sura beliau kenal dengan Bp.Carik Penadaran Bp.Radin Rana Dirjo.
Melalui beliau kemudian dilayani ibadah dari Penadaran. Ibadah dilaksanakan
pada siang hari setelah Pepanthan Penadaran. Mereka yang masuk Kristen hanya
Bp.Suro dan keluarganya.
Gunung Tumpeng termasuk wilayah Juwangi.
Perjalanan lebih mudah ditempuh dari Juwangi. Untuk menjangkau Gunung Tumpeng,
maanperjalanan harus menempuh medan terjal melewati hutan. Karena kondisi ini
maka lama kela pos pelayanan Gunung Tumpeng tidak terlayani. Maka setelah
Bp.Suro meninggal anak-anaknya kembali memeluk agama Hindu dan Budha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar