Selasa, 09 September 2014

Kuburan Gendul Kaliceret

 KUBURAN GENDUL KALICERET

Gendul dalam bahasa Jawa adalah botol beling/kaca. Kata Kuburan Gendul sendiri dipakai karena pusara makam yang ada dibuat dari botol-botol kaca/gendul yang ditancapkan mengelilingi pusara pekuburan sehingga berbentuk persegi dan sekaligus menjadi batas bagi makam yang satu dengan yang lain.

Konon ceritanya, mereka yang dikuburkan disini karena suatu penyakit tertentu dari Rumah Sakit Kaliceret. Entah kenapa nisan dan pusaranya dibuat dari gendul. Penulis juga belum menemukan lacak gendul-gendul ini di ambil dari apa dan dari mana juga karena apa.

Cerita lisan lain adalah bahwa dulunya makam ini adalah makam perkampungan di ujung selatan dukuh Kristen yang bernama Rejosari, sebuah desa dipinggiran hutan. Orang-orang yang meninggal di dukuh tersebut dikuburkan di kuburan ini dengan patok nisan dari kayu jati, sementara pinggiran pusara ditancapkan dengan rapi gendul-gendul/botol-botol kaca. Tetapi lama kelamaan penduduk Rejosari semakin berkurang dan akhirnya sebagian yang masih tersisa pindah ke daerah Alas Tuwa Semarang (daerah Genuk). Pernah suatu ketika ada keluarga yang mencari bekas makam di Kuburan Gendul. Cerita ini berdasarkan pada kesaksian Bp.Ardiyani.

Bapak Ardiyani

Keberadaan makam gendul sekarang ini sudah tiada bekasnya. Karena di pakai untuk lahan pertanian. Menurut cerita dari para penggarap lahan, pernah ketika hujan lebat, makam ini banyak tergerus air, sehingga banyak tulang-belulang dan tengkorak manusia berserakan.  


Melacak Keberadaan Kaliceret Masa Lampau




KALICERET MASA LAMPAU

Melacak keberadaan Kaliceret pada masa lalu sangatlah menarik dan menantang. Sebab kita menemukan beberapa peninggalan berupa makam. Paling tidak kita memiliki gambaran dan bayangan seperti apa keberadaan Kaliceret pada masa lampau. Hal ini dikarenakan bukti lain berupa dokumen tertulis tidak ada. 

Berikut beberapa peninggalan kuno di Kaliceret berupa kuburan lama.

Makam kuno pertama bertuliskan Caroline Auguste Alwine Bulten/Kinny Kuhnen
Lahir 10 Agustus 1863, Meninggal 13 September 1899. 
Caroline Auguste Alwine Bulten sendiri adalah istri Kuhnen, akrab dipanggil Kinny Kuhnen., pendiri sekolah perempuan di Kaliceret, selain SD Kristen Kaliceret






Makam kuno kedua, Ibu Mar Palulus. Meninggal 28 Januari 1919

 




     Makam tua ketiga Kaliceret, adalah makam tua tertulis R.S.Elias dan R.Ngt.Ester (Raden Nganten).  R.S.Elias wafat tahun 1923, sedang R.Ngt.Eser wafat tanggal 17-17-1935. Keduanya dari golongan ningrat. Dari namanya kita juga tahu bahwa yang bersangkutan beragama Kristen. Makam tersebut terlulis tahun 1923 dan 17-7-1935. Kalau orang tersebut berumur ratau-rata 70 tahun, berarti beliau hidup di Kaliceret sejak tahun minimal 1853, sedang R.Ngt.Ester hidup di Kaliceret setidaknya sejak tahun 1863. 
     Dari makam ini kesimpulan sementara bahwa Kekristenan masuk ke Kaliceret setelah kaliceret sendiri sudah berpenghuni. Hal ini sesuai dengan legenda bahwa sejarah berdirinya Kaliceret karena di buka oleh tentara Majapahit yang melarikan diri. Namun semuanya hanya berdasarkan cerita lisan saja. Dokumen tertulis mengenai hal itu sangat minim.



Inilah foto jadul zendeling bersama anak sekolah di Kaliceret

 Kunjungan Mr.Hoygen Nolen dari Australia pada Juli 1997,
seorang bekas interniran yang di tawan di Kaliceret waktu itu.
Foto bersama Pak Pendeta waktu masih menjadi calon pendeta, bersama Alm.Bp.Rohani, seorang majelis Gereja

Di bawah ini adalah foto2 yang berhasil dicari lewat geole oleh Pak David Maniku (majelis GKJ) tentang keberadaan rumah sakit di Kaliceret, namanya Komisi Pitoeloengan. Foto ini diduga diambil tahun 1905, megingat Foto di bawah yang menggambarkan murid sd kaliceret di pohon kelapa adalah gambar untuk prangko tahun 1905 yang dikirim ke Belanda.

Kegiatan Pemeriksaan masal di Klinik
Komisi Pitulungan


Foto di depan Balai Perawatan. 
Kemungkinan di Belakang Lojj sekarang ini


Ruang Obat

Kegiatan pemeriksaan

Kerja bakti sekolah kaliceret

KegiatanTuan Bansemer bersama anak-anak di Kaliceret

Kegiatan Tuan Bansemer bersama anak-anak Kaliceret

Kegiatan pengobatan di Klinik Pitoeloengan Kaliceret
Bansemer bersama pasien prambosia/patek

Rabu, 03 September 2014

Perjuangan mencari air bersih

 PERJUANGAN MENCARI AIR BERSIH

Kalau anda masuk kabupaten Grobogan, ada satu pertayaan yang penting dan khas:
1. Apakah jalannya masih rusak?
2. Apakah masih sulit air?


   Dua pertanyaan ini sering saya dengar dari orang diluar Grobogan.Sebab memang kesan orang di luar Grobogan kebanyakan memiliki gambaran negatif mengenai Grobogan, yaitu daerah yang kering, tandus, miskin, dan sulit air.
   Inilah yang saya alami ketika saya pertama kali masuk Grobogan.
Waktu itu saya dipanggil untuk berorientasi menjadi calon Pendeta GKJ Kaliceret. Setelah saya menerima surat panggilan menjadi calon Pendeta dan kemudian saya menjawabnya, maka hari itu saya berangkat menuju Kaliceret.
Saya sendiri berasal dari Ambarawa, tepatnya desa Lonjong, kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Waktu itu saya naik bus Konco Narimo naik dari Tuntang menuju Purwodadi. Beberapa saat saya naik bus saya masih menikmati suasana yang enak, sebab pemandangannya hijau nan menyejukkan. Namun ketika perjalanan saya memasuki desa Nyemoh, saya begitu sangat kaget. Sebab pemandangan yang saya lihat jauh dari bayangan saya selama ini. Ternyata pemandangan kanan kiri saya hanyalah hutan jati yang meranggas, tanahnya kering, gersang, panas, dan berdebu. Itulah kisah pertama perjalanan saya yang membuat sangat stress.
   Kisah ini belumlah habis. Pengalaman saya yang cukup mengesankan sekaligus mengejutkan sebagai warga Grobogan yang baru adalah setelah saya tinggal di Kaliceret.
   Pengalaman pertama adalah ketika saya hendak mandi waktu itu. Sore itu saya akan mandi. Saya ditempatkan di SD Kristen Kaliceret, bekas rumah Zendeling Jerman/Belanda waktu itu. Ketika saya akan mandi. saya disuruh untuk kebelakang menadah air. Sakurannya dari pipa besi peninggalan Belanda. Saya mengira air yang mengalir seperti di desa saya, seperti bayangan saya selama ini. Ternyata saya harus dengan sabar menanti air menetes tetes demi tetes sampai ember penuh. Dan jatah untuk mandi memang hanya satu ember itu saja. Satu ember harus cukup untuk mandi dengan segala keperluannya, dari sikat gigi, keramas,  mandi, dan semua keperluan yang lain. Cukup tidak cukup harus cukup satu ember.
     Pengalaman lain adalah ketika saya punya istri Bu Sri Resminiati. Istri saya berasal dari Jepara, suatu daerah murah air seperti saya berasal. Tetapi ketika hidup di Kaliceret kami harus beradaptasi semuanya termasuk belajar berhemat air. Mandi cukup satu emnber untuk segala keperluan.
     Pernah suatu ketika, ketika musim kemarau, karena di Kaliceret sulit air, kami punya pengalaman pertama mandi rame-rame di sendang Mliwang.  Mewang dipisahkan antara tempat mandi laki-laki dan perempuan. Di tempat mandi itu semua harus terbiasa mandi bersama-sama. Bagi yag lelaki dengan sempak saja. Sedang bagi perempuan hanya berbalut kain dan kemudian berbasah ria. Dari tua, muda, perawan, janda, semuanya. Ketika pertama istri saya mencoba bergabung, ternyata beliau menyerah dengan cara mereka.

Inilah foto sendang Mliwang yang sangat menolong 
    Setelah kami punya anak, yang terjadi berbeda. Anak-anak malah sangat senang bila diajak mandi di sendang Mliwang (pada saat musim kemarau). Memang sudut pandang orang tua dengan anak-anak memang berbeda.
    Pengalaman berat mengenai mencari air puncaknya ketika saya punya anak pertama. Saat itu setiap hari saya harus mendapatkan air untuk mencuci. Padahal waktu itu musim kemarau. Menimba air di sumur desa sebelah hutan bagian atas, harus antre dengan penduduk kampung sebelah, yaitu Kapung. Itupun kalau airnya sudah ada. Maka saya teringat sekali waktu itu harus membawa pulang air keruh demi dapat mencuci popok anak saya.
    Pengalaman inilah yang kemudian mendorong saya untuk mencari cara supaya bagaimana caranya saya bisa mendapatkan air dengan cukup.


 Dokumentasi saat pak Pendeta mengikuti selamatan bersama masyarakat di sendang desa Kebon Agung, dekat sumur gereja

    Pertama-tama saya membernaikan diri memohon kepada  Modin desa Kebon Agung tempat yang memiliki banyak sumur/belik, untuk dibuatkan sumur. Nama modin itu Mbah Ramli. Ternyata permohonan saya ditanggapi dengan hangat. Saya dibuatkan sumur oleh Mbah Modin Ramli berserta tenaganya sekalian.
Dokumennya saya lampirkan di bawah ini.


 
 Foto anak saya Alfreda di depan sumur di ladang



Sendang Kebon Agung dengan 10 selang


Foto Gierda dan Alfred di sendang


Pdt.Purwanto lagi di depan sumur buatan Modin Ramli dengan pakaian rakyat jelata



Alfred dan Gierda berada di depan Sumur Kebon Agung

Setelah masyarakat Kaliceret melihat keberhasilan saya mendapatkan mata air dari kebon Agung, beberapa orang mulai meniru. Di antaranya Bp.Budi Utomo. Kemudian Bapak Suparmin. Lalu Bp.Djamo Rajadepati. Dan kemudian semua orang berlomba membuat sumur-sumur mata air disekitar bukit Utara dukuh Kaliceret. Sekarang ini hampir semua penduduk memiliki sumur mata air.

Setelah saya mendapatkan beberapa sumur (ada 3 sumur), air saya alirkan melalui pipa plastik/selang dari bukit belakang desa Kebon Agung, Utara Kaliceret , kemudian air saya tampung di bak penampungan, baru dinaikkan ke atas memakai pompa air ke water toren, baru kemudian dialirkan ke bak mandi sesuai keperluan.  Bantuan pembuatan bak penampungan, tower penampungan, selang dan pipa paralon berasal dari GKI Kebayoran Baru dan dari Keluarga Bp.Is Mulyono.
Inilah dokumentasi instalasi penampungan yang ada. 


GKJ Kaliceret dan Pepanthannya

GKJ Kaliceret  dan pepanthannya. 
Pepanthan dalam bahasa Jawa berarti sekelompok kecil. Dalam pengertian mudah pepanthan berarti kelompok atau cabang. Pepanthan diberikan sebagai sebutan bagi jemaat kecil yang belum bisa mandiri. Segala kegiatan pembinaan iman dan kebutuhan finansial masih disokong oleh Induk atau pusatnya. 
 
GKJ Kaliceret memiliki 3 Pepanthan, yaitu:
1. Kedungajati

Jemaat Pepanthan Kedungjati


Jemaat Kedungjati saat retreat di Kalipancur Kopeng

2. Ringinpitu
3. Penadaran

 Inilah beberapa warga jemaat Pepanthan Penadaran berfoto bersama di depan gereja setelah ibadah, minggu, 21 November 2021 dilayani oleh Pengkotbah Dina Wijayanti


Pepanthan yang pernah ada:
4. Gunung Tumpeng
5. Gunung Wulan
6. Pos Pelayanan Pepe
7. Pos Pelayanan Kaliwenang

Pepanthan Gunung Tumpeng, Pepanthan Gunung Wulan, dan Pos Pelayanan Pepe berada di Kecamatan Kedungjati. Sedang Pos Pelayanan Kaliwenang terletak 7 km dari Kaliceret berada di Kecamatan Tanggungharjo. 

Mejeng di atas jembatan Kali Tuntang yang membelah menuju Penadaran


Mejeng bersama Alfred dalam perjalanan ke Nyemoh

Kisah Horor Rumah Pastori

 KISAH HOROR PASTORI

Inilah kisah horor rumah pastori:


Rumah pastori dari dulu sampai sekarang ini

Kalau anda berkenan menempati Pastori GKJ Kaliceret dalam semalam saja, anda akan merasakan aura yang berbeda. Maklum Pastori ini dulunya adalah bekas gedung gawat darurat Rumah Sakit Kaliceret. Ruangan yang ada adalah bekas ruang gawat darurat, dibelakangnya ruang operasi, lalu ruang pendaftaran, kamar obat, dan di sebelah belakangnya ada juga kamar mayat.


Salah satu sudut teras depan pastori
Penampakan yang pernah ada:
Penampakan pertama: hantu separo tinggi berpakaian putih berdiri di sebelah jendela selatan. Peristiwa ini pernah dialami mertua saya suatu sore. Waktu itu kami sedang pelayanan. Mertua saya bersama anak pertama saya waktu itu. Pada saat mertua saya menggendong anak saya, beliau melihat sesosok mahluk tinggi besar berpakaian putih berdiri di sisi selatan jendela dari luar. Sosok tersebut tanpa bersuara dan tanpa bergerak dan lama kelamaan menghilang. 



Sudut samping utara teras pastori
 Ruang dalam pastori
Penampakan kedua: suara aneh di siang hari.

   Waktu itu yang menjadi pembantu saya adalah Ibu Sri Hartini. Siang itu dia menemani anak saya Misel tiduran. Dia menghadap ke selatan ke tembok. Hari itu baru jam 10 pagi. Tiba-tiba dari arah belakang, istri saya berkata: "Aduh pinternya, jam segini sudah tidur....."
   Karena penasaran Bu Hartini menoleh ke belakang ke arah datangnya suara. Setelah di toleh ternyata tidak ada orang sama sekali. Ya, karena istri saya jam segitu mengajar di Salatiga.
   Yang kedua juga kesaksian Pembantu saya waktu itu Bu Hartini. Siang itu Misel dirumahnya. Karena dia ragu kompornya belum dimatikan atau sudah, dia memberikan diri untuk masuk ke pastori. Tetapi selang beberapa langkah dia memasuki ruangan tamu, terdengar dari ruang tidur kami ada suara orang yang sedang membersihkan kasur dengan sapu lidi. Maka dengan spontan Bu Hartini keluar pastori dan sejak itu langsung mengundurkan diri sebagai pembantu.
   Walau begitu seremnya kisah pastori, kami sekeluarga belum pernah diganggu, baik saya, istri saya, bahkan anak-anak saya sekalipun. Namun begitu saya cukup merasakan aura mistis di rumah pastori yang saya tempati. Terutama dibeberapa tempat, yaitu bawah tower dekat gudang gereja, plafon atas pastroi, dan bawah pohon beringin tanaman saya di depan rumah. Selamat mencoba. 


 Salah satu sudut kamar pastori

Hantu Kuda Hitam

Rabu, 27 Agustus 2014

Kegiatan Bakti Sosial GKI Surya Utama Jakarta

Dokumentasi Kegiatan Bakti Sosial GKJ Kaliceret bersama GKI Surya Utama Jakarta

Bekerja sama dengan GKI Surya Utama Jakarta, GKJ Kaliceret mengadakan kegiatan bakti sosial untuk masyarakat berupa beberapa kegiatan, yaitu:
1. Pengobatan Gratis
2. Poliklinik Gigi dan mulut
3. Potong Rambut

Kegiatan ini terlaksana berkat arahan dari Pdt.Didik (GKJ Ngadirejo, Temanggung Jateng).
Sudah sejak lama ibeliau menjalin kerja sama dengan GKI Surya utama Jakarta.

Kegiatan dilaksanakan Desember 2012. Tanggapan masyarakat cukup antusias. Pasien tidak hanya  datang dari Kalicereta saja, bahkan sampai ke desa tetangga, seperti Kebon Agung, JoKromo, Kapung, Wattes, Ringinpitu, dll.


Tim GKI Surya Utama ngeceng bareng

Ngeceng bareng di depan pagar rusak



Ngeceng di depan SD Kristen Kaliceret
Bus GKI Surya Utama sedang rehat






FOTO PENTAS SEKOLAH MINGGU TIAP NATAL

DOKUMENTASI KEGIATAN SEKOLAH MINGGU TIAP NATAL

Kegiatan Anak Sekolah Minggu yang mentradisi adalah tampilan puji-pujian pada saat perayaan Natal tanggal 25 Desember. Ketika saya baru menjadi pendeta GKJ Kaliceret dan menyaksikan tampilan anak sekolah minggu, saya begitu kagum. Sebab mereka banyak sekali. Tidak sebanyak gereja asal saya. Namun yang heran kalau melihat dokumentasi mereka masa lalu, saya bertanya, dimana mereka semua sekarang ini. Kenapa ada beberapa yang meninggalkan Tuhan Yesus.

Yang menarik, suasana sekitar Bulan Desember di Kaliceret adalah latihan ngrepi. Ngrepi berasal dari bahasa Jawa yang berarti menyanyi. Mulai November anak-anak Sekolah minggu mulai giat berlatih puji-pujian atau latihan ngrepi. 

Berikut ini beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Anak/Sekolah Minggu yang berhasil didokumentasikan. Saya akan berusaha menampilkan domumentasi tiap tahun. Mudah-mudahan saya tidak lupa foto diambil tahun berapa.

DOKUMENTASI KEGIATAN SEKOLAH MINGGU
Natal Anak-anak sekolah Minggu: sedang pentas,on the show. Natal 25 Desember tahun 2014.






KUBURAN SANGA LIKUR (29) KALICERET

KUBURAN SANGA LIKUR (29) KALICERET

Sangalikur dalam bahasa Jawa berarti 29. Kuburan ini ada berkaitan dengan sejarah perpindahan kekuasaan dari Jepang ke Belanda di sekitar Kaliceret. Kuburan ini terletak di sebelah Utara dukuh Kaliceret. Tepatnya didepan lokasi Kuburan Kristen Kaliceret (sering disebut oleh masyarakat sekitar dengan Kuburan Salib Kaliceret). 

Dinamakan Kuburan Sanga Likur karena di lokasi itu dimakamkan 29 orang interniran/Sekutu tawanan serdadu Jepang, kemudian mereka ditembak dilokasi. Oleh rakyat setempat ke 29 korban tersebut kemudian dimakamkan di lokasi,  maka kuburan itu dinamakan Kuburan Sanga Likur.

Menurut kesaksian beberapa tokoh tua, seperti Bapak Purwoto Setyo Prayitno,
waktu itu beliau masih kecil. Ia memberanikan diri untuk mengintip dari balik rumahnya bagaimana para serdadu Jepang menggiring tawanan ini dari Lokasi GKJTU sekarang ke utara menuju ke suatu lokasi di hutan di depan Kuburan Salib Kaliceret. Setelah para tawanan sampai di sana, mereka diikat satu persatu. Kemudian para serdadu Jepang menembak mereka semuanya lalu menguburkan semuanya dilokasi itu juga. Begitu kata Bapak Purwoto Setyo Prayitno.

Bp.Purwoto Setyo Prayitno

Cerita lain masih dari Bp. Purwoto Setyo Prayitno, waktu itu sempat ada satu orang tawanan yang belum sungguh-sungguh mati. Tawanan tentara Sekutu ini berhasil kabur dengan luka tembak di tenggorokannya. Ia berhasil melarikan diri ke rumah Mbah Maryadi, Ayah Bp. Purwoto Setyo Prayitno. Ia berusaha kabur menuju ke Ambarawa untuk mencari pertolongan. Setiap akan ditolong oleh Mbah Maryadi, minumnya selalu keluar tewat batang tenggorokannya. Sebab batang tenggorokannya berlubang oleh tembakan tentara Jepang. Akhirnya tentara itupun meninggal.

Demikian sekelumit kisah mengenai  Sanga Likur, berikut ini saya lampiri dengan fotonya.


Saat ini Kuburan Sanga Likur sudah tidak tampak bekasnya. Tanah  tersebut sejak awal merupakan lahan Perhutani. Sekarang ditanami pohon jati dan mahoni. Namun setiap penulis melewati lokasi tersebut, terutama menjelang senja, aura mistisnya terasa begitu kuat. Lokasinya  berada dekat di depan Kuburan Salib Kaliceret.