Minggu, 30 September 2018

JEJAK KUNO KALICERET

JEJAK KUNO KALICERET
Melacak keberadaan Kaliceret pada masa lampau memang tidak mudah. Namun kita bersyukur karena berhasil menemukan beberapa foto kuno yang berkaitan dengan kehidupan kekristenan di Kaliceret pada masa lampau.

INILAH FOTO KUNO KALICERET



Makam Ibu Mar Paulus, meninggal Meninggal 28 Januari 1919

Foto makam kuno Kinny Kuhnen Lahir 10 Agustus 1863, 

meninggal 13 September 1899




Pasien sedang dikumpulkan di RS.dari Komisi Pitulungan Kaliceret



Salah satu kegiatan pengobatan di belakang rumah loji/rumah kapandhitan/rumah penginjil/rumah Zendeling, balai perawat wanita



Ruang Obat Rumah Sakit Kaliceret


Penanganan Pasien




Kegiatan murid Sekolah Minggu sedang kerja bakti

Tuan Bansemer bersama anak-anak Kaliceret


Tuan Bansemer bersama warga Kaliceret. Foto kemungkinandiambil di depan SD Kristen Kaliceret sekarang


Bansemer dan anak-anak di depan Rumah Sakit Kaliceret


Bansemer di rumah belakang loji bersama pasien prambosia/patek




Guru dan siswa SD Kristen Kaliceret tahun 1903



Gambar situasi gereja dan SD Kaliceret semasa penjajahan Jepang

GKJ Kaliceret tahun 1998




Seorang mantan Interniran, Mr.Theo N.Huygen napak tilas ke Kaliceret
bersama Capen Timotius Purwanto dan Bp.Majelis Rohani




Kartu Pos Kaliceret tahun 1903

Ibu De Jolle, pendiri Jemaat Nyemoh, Bringin, Salatiga



Senin, 03 September 2018

KEPUNGAN ATAU BUJONO PIRUKUN KHAS GKJ KALICERET



KEPUNGAN


    Kata Kepung atau mengepung merupakan acara makan bersama, mengelilingi suatu sajian makanan. Nama lain kepungan adalah Bujono Pirukun, atau Kembul Bujono.
Saat kepungan, makanan disajikan di atas tampah/semacam nampan dari bambu. Masing-masing orang menikmati makanan dengan memakai tangan langsung, tidak dengan sendok. Semua merasakan kebersamaan, merasakan kesetaraan. Hal ini dimaknai bahwa pengorbanan Yesus Kristus telah menyatukan umat  sebagai keluarga Allah tanpa mengenal suku, ras, golongan dan strata sosial. Sehingga dihadapan Allah semua sama dan setara. Makan bersama kepungan dimaknai untuk menghayati dasar iman yang demikian.




Gambar contoh sajian untuk kepungan

    Tradisi unik ini dilaksanakan secara rutin di GKJ Kaliceret  pada saat peristiwa istimewa, misalnya pada saat perayaan hari Natal, Paskah, bulan keluarga/bulan Oktober, atau peristiwa khusus (pada saat tukar mimbar klasis, sinode, atau kedatangan dari kunjungan gereja lain)
    Dasar teologis Kepungan atau Bujono Pirukun adalah kehidupan rohani yang mencerminkan keselamatan yang telah dikaruniakan Yesus Kristus kepada jemaat. Oleh karenanya, keselamatan dihayati sebagai anugerah yang mengikat tali persekutuan umat. Masing-masing orang menjadi satu keluarga. Tidak ada yang tinggi dan tidak ada yang rendah. Semuanya setara. Semua sederajat di hadapan Allah. Bujono Pirukun (Perjamuan Kasih) juga mempresentasikan Perjamuan Kudus Tuhan di surga nanti.

    Di depan hidangan yang tersaji semua merasa sederajat dan setara di hadapan Allah. Kepungan tidak mengenal kelas sosial. Semua membaur menjadi satu, duduk lesehan, satu lantai, satu tekat, satu kasih, tidak ada yang membedakan. 
Suasana ini menunjukkan kerukunan antara sesama umat, sebagai rasa syukur karena telah dirukunkan oleh Yesus Kristus atas dosa-dosa manusia yang telah diperbuat. Oleh karena itu, maka kepungan juga dinamakan Bujono Pirukun.

Jemaat sedang menikmati kepungan

TATA CARA KEPUNGAN

    Selesai ibadah, jemaat pulang untuk mengambil makanan dari rumah masing-masing, berupa nasi, sayur-sayuran(gudagan), dan lauk-pauk. Sesampai di gereja, semua bekal jemaat diracik menjadi satu hidangan. Sehingga tiap sajian yang disantap bareng berasal dari bekal umat yang beraneka ragam, Disinilah makna berbagi dan saling menerima terjadi. Semua bisa saling berbagi dan memberi.