PROFIL KELUARGA PENDETA
Inilah profil keluarga Pdt.Timotius Purwanto
Saya , Pdt.Timotius Purwanto berasal dari dukuh Lonjong, Desa.Ngampin, Kecamatan Ambarawa. Saya berasal dari keluarga sederhana. Bapak saya seorang buruh tani. Beliau tidak punya ladang atau sawah. Pekerjaaan Bapak setiap hari menjadi buruh mencangkul, sembari memelihara ternak milik tetangga. Sedang ibu saya seorang pekerja srabutan sembari berdagang kecil-kecilan di pasar. Dari mereka berdua saya dlahirkan dalam seuasana sederhana dan penuh penderitaan. Namun tantangan penderitaan itu tidak menyurutkan niat saya untuk menjadi orang yang berhasil.
Foto Kenangan bersama Ibuku tercinta, saya, ibuku: Kainah, dan anakku
yang I: Michella Putri Pohaci
di dukuh Lonjong, Desa Ngampin, Kecamatan Ambarawa,
Kabupaten Semarang.
Foto diambil 2014
Motivasi hidup tertempa ditengah keluarga
Saya sendiri sangat heran. Ayah dan ibu saya orang sederhana, hanya lulusan SD. Namun saya bercita-cita menjadi seorang sarjana. Saya ingat sekali waktu kecil dulu, setiap saya ditanya mau sekolah di mana, saya selalu jawab ingin sekolah setingi-tingginya sampai kuliah. Dan setiap ditanya mau jadi apa, waktu kecil dulu saya sudah menjawab ingin jadi pendeta. Mungkin ini memang rencana Tuhan sejak awal.
Foto Raport Kelas 1 SMP
Motivasi diri menjadi pendeta.
Motivasi diri menjadi pendeta itu saya mulai sejak kecil. Entah sengaja atau tidak, sejak kecil saya suka olah rohani melalui kegitan PA. PA dewasapun sangat saya sukai. Tidak sekedar ikut, tapi saya juga ikut sharing dan berdiskusi dengan kaum dewasa. Namun keinginan saya untuk masuk disekolah teologi juga bukan proses yang mudah.
Ketika saya masuk SMP dan lulus SMA, arah hidup saya belum final. Di SMA saya mengambil jurun A1 atau fisika. Saya waktu itu bercita-cita masuk ke PT.Nurtanio untuk menjadi seorang arsitek pesawat terbang. Tetapi setelah lulus SMA semua cita-cita saya kandas karena ketiadaan biaya. Ayah saya memang termasuk yang memiliki keinginan kuat agar masuk kuliah. Namun almarhum ayah saya hanya kuat di omongan, tidak bisa mewujudkan karena keterbatasan biaya.
Di tengah orientasi hidup yang nggak jelas, saya menyibukkan diri dengan beternak ayam selepas SMA, bekerja di penimbunan kompos sekitar Rawa Pening, dan terakhir menjadi buruh pabrik di pabrik besi Raja Besi Semarang. Dari beberapa pekerjaan ini, saya merasakan sekali bagaimana susahnya mencari uang. Sementara saya sudah merasa sudah malu meminta uang kepada ayah dan ibu.
Selepas bekerja sana sini, saya mengalami kejenuhan. Saya merenung akan sampai kapan menderita seperti ini. Sementara walaupun menganggur, saya tetap tidak pernah lupa aktif dalam kegiatan gereja seperti biasa. Sejak saya berinjak remaja, saya memang meminta untuk menjadi guru sekolah minggu. Keberanian saya ini mendorong untuk terus melayani dan menggerakkan pemuda dengan berbagai kegiatan. Dari memimpin koor, menjadi ketua pemuda, sampai memelopori kegitan lomba cipta lagu gerejawi pemuda dalam rangka HUT RI se Kecamatan Ambarawa. Semua itu semakin mematangkan kepemimpinan saya di gereja asal saya. Bahkan waktu itu saya masih ingat, diusia saya yang masih muda dibanding yang saya pimpin, waktu lomba pesparawi tingkat kabupaten Semarang, GKJ Ngampin memperoleh juara II. Sungguh suatu kebanggan bagi saya tersendiri.
Dalam suasana hanyut dalam pelayanan ini, di GKJ Ngampin waktu itu bekerja sama dengan LPMI (Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia) dari Salatiga mengadakan Pusat Pelatihan Hidup Baru. Dalam kegiatan itu saya ikut di angkatan yang kedua. Saya selalu berpartisipasi aktif. Beberapa sesi saya diserahi tugas memimpin. Barangkali staf LPMI melihat kemampuan saya. Hingga suatu saat saya ditawari oleh salah satu staf LPMI bernama Bp.Tayik Riyanto, untuk bergabung dengan LPMI menjadi tenaga memutar film. Tanpa saya pikir panjang saya bergabung dengan LPMI dan menjadi tukang putar film.
Perjalanan saya menjadi anggota LPMI bagian putar film sungguh menyenangkan. Segi finansial saya merasa mendapat gaji yang lumayan. Saya bisa beli pakaian dan membantu orang tua dengan baik. Bahkan bisa membantu membiayai sekolah adik-adik saya.
Pengalaman menjadi pemutar film sungguh asyik. Kami tim film terdiri dari 3 orang. Kami ditugasi untuk mencari kontak ke gereja atau lembaga yang mau bekerja sama menyebarkan Injil melalui memutar film Yesus dari Injil Lukas. Ini sungguh unik. Sebab kami bebas pergi mencari kontak ke manapun, mengajukan anggaran, kemudian menggunakannya, dan mempertanggung jawabkannya. Target bulanan memutar film waktu itu sebanyak mungkin, tapi mimimal 3 kali. Dengan ini saya menjadi bisa menjelajah dan bepergian ke manapun.
Suka duka memutar film sungguh unik dan asyik. Ada tantangan yang berat. Pertentangan dari masyarakat belum pernah kami alami secara fisik. Paling-paling ancaman secara tidak langsung. Pernah karena lurah setempat belum sempat memberi ijin, sekelompok pemuda mengancam akan melempari layar dengan batu bila film Yesus tetap diputar. Tetapi yang paling mengasyikkan adalah memutar film di daerah terpencil. Peralatan yang kami bawa waktu itu tahun 1990an ada banyak macam. Saya menenteng diesel, kabel-kabel dan toa corong. Temen saya yang satu membawa seperangkat audio pengeras suara, sedang yang satu membawa tas bekal beserta rol pita kaset sebesar roda mobil. Tapi senangnya, begitu kami turun dari bus membawa semua itu, anak-anak kecil seluruh kampung menyambut kami dan mengikuti sampai di lokasi lapangan. Dan setelah itu mereka langsung membantu mendirikan layar.
Momentum masuk sekolah teologi
Ketika di LPMI saya dipandang sebagai tenaga yang menonjol, tiba-tiba oleb Bp.Tayik Riyanto saya ditawari mesuk ke sekolah teologi Intheos (Institus Theologi Solo). Waktu itu saya didorong untuk kuliah di sana. Namun di Intheos saya menemukan suasana yang tidak nyaman karena tinggal di asrama. Bahkan hari pertama saya masuk asrama, saya merasa seperti di gojlok habis-habisan. Masuk bangsal tempat tidur tanpa kasur. Katanya kasur itu harus cari sendiri. Yang kedua memang saya ke sana tanpa modal apa-apa. Oleh rektornya saya juga diminta membayar sejumlah uang.
Tidak tahan di Intheos, saya memutuskan untuk keluar dari sana dan kemudian masuk di sekolah Theologi di UKSW Salatiga. Saya masuk angkatan 1992. Tahun 1993 sempat berhenti karena ketiadaan biaya. Tahun 1994 saya masuk lagi setelah mendapat bantuan terprogram dari kampus, lalu beasiswa dari Kampus, dan beasiswa dari Sinode GKJ.
Tahun 1997 saya lulus. Juli 1997 saya dipanggil orientasi ke GKJ Kaliceret, 16 Juli 1999 saya ditahbiskan.
Momentum masuk sekolah teologi
Ketika di LPMI saya dipandang sebagai tenaga yang menonjol, tiba-tiba oleb Bp.Tayik Riyanto saya ditawari mesuk ke sekolah teologi Intheos (Institus Theologi Solo). Waktu itu saya didorong untuk kuliah di sana. Namun di Intheos saya menemukan suasana yang tidak nyaman karena tinggal di asrama. Bahkan hari pertama saya masuk asrama, saya merasa seperti di gojlok habis-habisan. Masuk bangsal tempat tidur tanpa kasur. Katanya kasur itu harus cari sendiri. Yang kedua memang saya ke sana tanpa modal apa-apa. Oleh rektornya saya juga diminta membayar sejumlah uang.
Tidak tahan di Intheos, saya memutuskan untuk keluar dari sana dan kemudian masuk di sekolah Theologi di UKSW Salatiga. Saya masuk angkatan 1992. Tahun 1993 sempat berhenti karena ketiadaan biaya. Tahun 1994 saya masuk lagi setelah mendapat bantuan terprogram dari kampus, lalu beasiswa dari Kampus, dan beasiswa dari Sinode GKJ.
Tahun 1997 saya lulus. Juli 1997 saya dipanggil orientasi ke GKJ Kaliceret, 16 Juli 1999 saya ditahbiskan.
Untuk foto-foto Penahbisan, akan kami lampirkan kemudian.
Berikut ini saya lampirkan foto-foto pribadi saya:
Gierda Putri Natalita sedang mejeng di Dealer Daihatsu di Majapahit Semarang
Gierda Putri Natalita sedang mejeng di Dealer Daihatsu di Majapahit Semarang
Kenangan di Taman Wisata Magelang
Di Kiai Langgeng Magelang Bersama Alfreda dan Gierda
Temanku Efti Atmoko Fakultas Teologi angkatan 92. Sudah lama hilang hampir 10 tahun ketemu lagi. Ternyata dia sekarang menjadi guru. Terima kasih Tuhan.
Kenangan Bersama Efti Atmoko setelah 10 tahun tak ketemu
Ultah ke 5 anakku Gierda Putri Natalita
Foto bareng Michela Putri Pohaci. Alfreda Satria Praja. dan GIerda Putri Natalita
setelah Ulath ke 5
Grojogan Sewu di Tawangmangu juni 2014
Kenangan di Tawangmangu
Mama foto di Gua Kreo
Selamatan bersama masyarakat Kebon Agung di sendang desa pada Oktober 2014
Bancaan dengan masyarakat setempat. Asyik juga.
Natal GKJTU 24 Desember 2014
Foto diri Michela Putri Pohaci
Kue Ultah Bapak 3 Maret 2015
Foto bareng habis mereyakan Ultah Bapak yang ke 44
di rumah saja
Bangunan setengah jadi di Jl.Janoko 2 Ngemplak rt 05 rw 02 Dukuh Salatiga
Foto diri Gierda 2015
GIERDA ngambeg 2015
Michella buat foto kreatif Maret 2015
Michella SMP kelas 2 2015
Foto diri Michella 2015